Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Plombir dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk menarik pajak dari kendaraan seperti sepeda, becak, dan andong. Besarnya pajak sepeda berbeda-beda di setiap wilayah, dan pemerintah kolonial memungut pajak ini untuk merawat jalan raya. Setelah itu, pemerintah pendudukan Jepang tetap mempertahankan penerapan pajak demi membiayai perang.
Pengumuman terhadap besaran dan batas waktu pembayaran pajak sepeda muncul di surat kabar, dan cara ini bertahan hingga Indonesia merdeka. Penerapan pajak sepeda mulai longgar seiring berkurangnya jumlah sepeda di kota-kota besar di Indonesia pada 1970-an.
Secara resmi, pajak sepeda tidak lagi berlaku usai diterbitkannya UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Saat ini, beberapa negara malah menerapkan insentif untuk pemilik sepeda. Belanda contohnya. Negara yang jadi surga pesepeda ini memberikan insentif untuk warganya agar beralih dari kendaraan beemotor ke sepeda.
Kementerian Infrastruktur Belanda mencoba mengatasi ketergantungan pada mobil dengan mendorong skema tunjangan yang memungkinkan para komuter untuk dibayar oleh perusahaan dengan bersepeda.
Para pengendara sepeda dapat mengklaim 0,19 euro atau sekitar Rp 3 ribu dari tempat mereka bekerja untuk setiap kilometer jarak yang ditempuh menggunakan sepeda ke kantor. Artinya, jika seseorang bersepeda sejauh 10 kilometer per hari dan lima hari dalam seminggu, mereka dapat memperoleh sekitar Rp 7,5 juta per tahun dari manfaat bebas pajak. Negara lain yang memberikan insentif bagi pengguna sepeda antara lain Selandia Baru, Perancis, Italia, dan Belgia.
(Sumber: KOMPAS.com/Rully R Ramly, Gading Perkasa, Vina Fadhrotul Mukaromah | Editor: Erlangga Djumena, Wisnubrata, Rizal Setyo Nugroho)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bukan Dipajaki, Ini yang Mau Diatur Kemenhub Soal Sepeda"
Penulis : Muhammad Idris
Editor : Muhammad Idris
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News