Reporter: Noverius Laoli | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat menggelar rapat perdana Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), Rabu (19/11). Dalam rapat itu, perusahaan yang tercatat di bursa dengan kode BTEL ini, menawarkan proposal perdamaian kepada para krediturnya dengan skema pembayaran tunai yang beragam selama tujuh tahun.
Direktur Utama Bakrie Telecom, Jastiro Abi bilang, proposal perdamaian diajukan lantaran pihaknya membutuhkan waktu melunasi utang. Sebab, perusahaan telekomunikasi milik keluarga Bakrie ini, dalam kesulitan keuangan. Perusahaan telekomunikasi merek Esia ini sekarang sudah tak diminati lagi. "Tapi kami sedang bekerjasama dengan Smartfren, dengan teknologi lebih maju sehingga berpotensi berkembang," kata Abi.
Abi menegaskan, BTEL menawarkan skema pembayaran utang kepada kreditur kecil lebih cepat dibandingkan kreditur dengan tagihan jumbo. Bagi kreditur dengan tagihan mulai Rp 100 juta-Rp 500 juta, akan dibayar 20% pada bulan ke-24 sejak perdamaian disetujui, 35% pada bulan ke-36 dan 45% pada bulan ke-48. Tagihan Rp 1 miliar-Rp 2 miliar dibayar 5% pada bulan ke-24, 10% bulan ke-36, 15% bulan ke-48, 25% bulan ke-60 dan 45% bulan ke-72.
Sementara tagihan senilai Rp 2 miliar-Rp 3 miliar akan mulai dicicil pembayarannya pada bulan ke-24 sebesar 1%, 3% bulan ke-36, 6% bulan ke-48, 10% bulan ke-60, 35% bulan ke 72 dan 45% bulan ke-84. Ketentuan pembayaran dihitung sejak homologasi.
Kini para kreditur perlu mempelajari tawaran BTEL ini. Rencananya, 8 Desember 2014, para kreditur menggelar rapat dengan agenda voting.
Pengurus PKPU William Eduard Daniel mengingatkan kreditur, batas akhir pengajuan tagihan ke BTEL tanggal 24 November 2014. Soalnya, pada 5 Desember 2014 digelar rapat verifikasi tagihan. Saat ini, William belum menghitung total utang BTEL ke kreditur.
Kuasa hukum Huawei International Pte.Ltd, salah satu kreditur BTEL, Ricardo Simanjuntak bilang, pihaknya tetap akan mengajukan tagihan. "Nilainya besar, di atas Rp 100 miliar," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News