Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove merupakan salah satu upaya melindungi negara, karena kerusakan gambut dan mangrove dapat mempengaruhi perubahan iklim nasional maupun internasional.
Ini yang menyebabkan upaya perlindungan gambut dan mangrove penting dilakukan. Sayangnya, menjaga gambut dan mangrove bukanlah pekerjaan mudah, tidak hanya membutuhkan pekerjaan fisik, tapi juga perubahan perilaku masyarakat, konsistensi, serta langkah sistematis yang komprehensif.
Oleh karena itu, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) selalu berupaya untuk berkomunikasi dan bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan. "Di tengah kondisi pandemi, kita tidak boleh kehilangan semangat untuk tetap tangguh. Situasi saat ini menjadi momen perjuangan kita untuk mempertahankan persatuan," ujar Kepala BRGM, Hartono dalam keterangannya, Selasa (17/8).
"Restorasi gambut dan mangrove sangat relevan dengan tujuan kita bernegara. BRGM juga berupaya melaksanakan pemulihan ekonomi nasional (PEN) dengan melibatkan banyak masyarakat," sambungnya.
Baca Juga: Bappenas sebut ada 7 alokasi dana prioritas nasional untuk gerakkan ekonomi nasional
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Anggia Erma Rini mengatakan, berdasarkan Balai Data Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) 2019, Indonesia memiliki lahan gambut seluas 13,4 juta hektare, di mana 2,67 juta hektare atau 19,9% di antaranya dalam keadaan terdegradasi akibat terbakar dan merupakan lahan gambut lindung berkanal.
"Ini menjadi salah satu poin yang dibahas di DPR, lahan hutan dan kebun banyak yang terbakar. Harus ada efek jera terkait kasus kebakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu, kita perlu cari formula untuk menghentikan dan mengurangi kerusakan hutan kita," tegasnya.
Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan BRGM untuk terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait serta pemerintah daerah dalam menjaga kelestarian hutan dan memperbaiki kualitas lingkungan, termasuk di dalamnya restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Ayu Dewi Utari mengatakan, rehabilitasi mangrove melalui pola PEN bisa menjaga ekosistem serta memberikan tambahan penghasilan untuk masyarakat.
Baca Juga: Komunitas Mandalawangi berkolaborasi gelar vaksinasi masyarakat kaki gunung
"Kegiatan rehabilitasi mangrove tidak mungkin terlaksana secara instan, karena menanam mangrove di umur 1-2 tahun manfaatnya belum banyak, tapi di umur 5 tahun atau lebih, manfaatnya akan sangat besar untuk masyarakat, seperti terbentuknya daerah wisata dari ekosistem mangrove, ini bisa jadi tambahan penghasilan baru bagi masyarakat. Ekosistem terjaga, masyarakat sejahtera, tujuan utama dari restorasu gambut dan rehabilitasi mangrove," pungkas Ayu.
Guna mewujudkan hal itu, Direktur Konservasi Tanah dan Air Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung KLHK, Zainal Arifin menyebut pentingnya peta mangrove nasional. "Peta mangrove sangat penting untuk penyusunan rencana kegiatan rehabilitasi dan lebih operasional dalam pelaksanaannya," ungkap Zainal Arif.
"Ekosistem mangrove kita, salah satu ekosistem mangrove terbesar di dunia, ini harus kita pertahankan karena sangat penting dalam menjaga kestabilan fungsi daerah aliran sungai dan lainnya. Mangrove sangat diperlukan untuk mendukung tata wilayah daerah, bisa menjadi dasar untuk pengelolaan wisata, lembaga di tingkat petani mangrove dan nelayan, daerah pesisir, potensi karbon dan lainnya, " lanjutnya.
Selanjutnya: Lewat program Biru, BP-AKR realisasikan SPBU netral karbon
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News