Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengingatkan, skema pembiayaan untuk menutupi pembengkakan biaya alias cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Hal tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undnagan Pemerintah Pusat Tahun 2022.
“Cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di luar kesepakatan Indonesia-China.Bbelum ditetapkannya skema penyelesaiannya dan pendanaan cost overrun proyek KCJB hasil kesepakatan Indonesia-China dari porsi pinjaman berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero),” bunyi laporan tersebut, dikutip Kamis (22/6).
Adapun hasil kesepakatan Indonesia dan China pada 12 Februari 2023, konsorsium Indonesia akan menanggung 60% dari biaya pembangunan kereta cepat atau sekitar US$ 723 juta alias Rp 11,28 triliun.
Pendanaan atas beban cost overrun yang jadi milik Indonesia itu akan diperoleh melalui dua sumber. Pertama, melalui porsi ekuitas sebesar 25% dari total biaya, yakni US$ 180,8 juta atau Rp 2,82 triliun sesuai kurs akhir tahun lalu. Kedua, melalui pinjaman sekitar 75% dari total biaya yakni US$ 542,6 juta alias Rp 8,46 triliun.
Baca Juga: LRT Jabodebek & Kereta Cepat Jakarta Bandung Bakal Beroperasi 18 Agustus 2023
Pendanaan cost overrun porsi ekuitas sebenanarnya sudah dipenuhi dari penyertaan modal negara (PMN) yang disalurkan melalui pimpinan konsorsium, yaitu PT KAI pada Tahun 2022 sebesar Rp3,2 triliun.
Sementara, pendanaan yang berasal dari porsi pinjaman akan dipenuhi melalui pinjaman yang dilakukan oleh pimpinan konsorsium kepada China Development Bank (CDB).
Hal tersebut sesuai dengan Perpres Nomor 93 Tahun 2021 yang mengatur bahwa pinjaman untuk menambah modal dalam perusahaan patungan dalam rangka memenuhi kewajiban akibat kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek KCJB dan/atau terdapat kewajiban perusahaan patungan yang tidak dapat sepenuhnya dipenuhi dengan PMN, dilakukan oleh PT KAI selaku pimpinan konsorsium.
Notulensi rapat Komite KCJB terkait skema penjaminan PT KAI dan update progress KCJB pada 3 dan 8 Februari 2023 menunjukkan bahwa sehubungan pendanaan CDB untuk cost overrun maka pihak CDB meminta struktur penjaminan bukan berupa Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU), tetapi dalam bentuk penjaminan kredit untuk pinjaman yang diterima maupun global bond yang diterbitkan.
Apabila menggunakan penjaminan kredit maka CDB akan menerima penjaminan langsung dari Pemerintah terkait pinjaman yang akan diberikan.
Lebih lanjut, berdasarkan notulensi rapat Komite KCJB 28 Maret 2023, diketahui Menteri Keuangan antara lain menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan memiliki PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PTPII) yang dibuat sebagai guarantor dan first loss absorption, yang saat ini sudah diterima oleh international institution.
Selanjutnya, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi menyampaikan agar skema penjaminan melalui PT PII dapat disampaikan ke pihak CDB dan apabila CDB tetap menginginkan penjaminan langsung Pemerintah, maka pihak Indonesia perlu memikirkan alternatif pendanaan misal dengan melakukan negosiasi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Selanjutnya, berdasarkan hasil penjelasan Kementerian Keuangan, dana hasil pinjaman dari CDB kepada PT KAI tersebut akan diteruspinjamkan oleh PT KAI kepada PT KCIC sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan cost overrun proyek KCJB.
Kementerian Keuangan belum menjelaskan lebih lanjut skema penerusan pinjaman ke PT KCIC, apakah akan melalui PT PSBI selaku perusahaan Konsorsium BUMN atau langsung ke PT KCIC.
Selain itu, PT KAI berpotensi menanggung pembayaran pokok dan bunga pinjaman apabila PT KCIC tidak dapat membayar pokok dan bunga Shareholder Loan (SHL) kepada PT KAI.
Baca Juga: Uji Coba KCJB Mampu Menembus Kecepatan Hingga 300 Km/Jam dengan Sangat Stabil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News