Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. BPJS Watch menilai penetapan iuran untuk kepesertaan di Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih kurang adil dan tidak memenuhi semangat gotong royong. Bahkan, ketetapan iuran baru yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 20016 dinilai bukan solusi yang tepat untuk menutupi defisit anggaran pelaksana jaminan kesehatan rakyat.
Pasalnya, ketika pemerintah menaikkan iuran untuk peserta pekerja bukan upah dan peserta bukan perkerja dan alias peserta mandiri sebesar 17,6% menjadi Rp 30.000 per orang per bulan untuk layanan kelas III, tapi di sisi lain pemerintah justru membatasi batasan gaji tertinggi dalam pembayaran untuk peserta pekerja penerima upah dengan nomial Rp 8 juta.
Timboel Siregar, Koordinator BPJS Watch mengatakan, perubahan penghitungan batasan gaji dari semula berdasarkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) menjadi nominal Rp 8 juta berpotensi menghilangkan semangat kebersamaan di masyarakat. "Ini tidak adil, ketika pekerja penerima upah yang gajinya tinggi bisa mencapai lebih dari Rp 10 juta hingga Rp 20 juta, namun penghitungan iurannya hanya dari Rp 8 juta," katanya, Minggu (13/3).
Asal tahu saja, berdasarkan aturan sebelumnya yakni Perpres Nomor 111/2013, dasar penghitungan gaji untuk pembayaran iuran besarannya berdasarkan dua kali PTKP untuk wajib pajak (WP) dengan tanggungan satu anak. Berdasarkan kebijakan yang berlaku, besaran PTKP-nya senilai Rp 42 juta. Sehingga, batasannya upah untuk dasar penghitungan iuran BPJS senilai Rp 7 juta per bulan.
Menurut Timboel, memang untuk hitungan saat ini besaran tersebut masih lebih rendah ketimbang batasan nominal dalam Perpres Nomor 19/2016 sebesar Rp 8 juta. "Tapi, kebijakan pajak bisa berubah-ubah, dan saat ini PTKP bisa saja naik karena upah minimum juga naiknya besar," kata dia.
Ia menambahkan, dengan batasan nominal gaji tertinggi tersebut, maka iuran kepesertaan dari pekerja formal akan paling besar Rp 400.000 per bulan atawa setara 5% dari Rp 8 juta. "Semestinya, kalau PTKP tahun ini naik, BPJS Kesehatan bisa menerima iuran yang lebih besar untuk membantu menutupi defisit anggaran," kata dia.
Selain itu, kenaikan iuaran untuk peserta mandiri alias pekerja informal juga akan memberatkan masyarakat. Menurutnya, dengan kesulitan ekonomi dan tingginya harga bahan pokok tentu akan semakin menyulitkan masyarakat untuk memenuhi iuran setiap bulan senilai Rp 30.000 untuk pelayanan perawatan kelas III, Rp 51.000 di kelas II, serta Rp 80.000 untuk fasilitas kelas I.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News