Reporter: Herry Prasetyo, Arif Wicaksono, Diemas Kresna Duta, Azis Husaini, Herlina KD | Editor: Edy Can
JAKARTA. Regulasi di bisnis minyak dan gas bumi (migas) seperti kembali ke titik nol. Kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi (judicial review) Undang-Undang No 22/2001 tentang Migas.
Konsekuensi paling krusial atas putusan MK adalah pembubaran Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas), regulator industri hulu migas. Bahkan, putusan MK ini bisa pula merembet ke pembubaran Badan Pengatur Usaha Hilir Migas (BPH Migas), regulator di bisnis hilir migas. Sebab, payung hukum kedua institusi itu sama.
Yang jelas, putusan MK ini sempat membuat kalang kabut pemerintah, BP Migas, dan kontraktor migas (KKKS). Maklum, pembubaran BP Migas menyebabkan kekosongan regulator di industri migas nasional. Padahal, industri ini memiliki peran signifikan bagi ekonomi Indonesia, termasuk kelangsungan investasinya.
Nah, tadi malam, Menko Ekonomi Hatta Rajasa menggelar rapat dengan sejumlah menteri bidang ekonomi untuk mengantisipasi atas putusan MK. Ada sejumlah keputusan rapat untuk meredam kegundahan pebisnis migas.
Pertama, pemerintah akan membentuk Unit Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas sebagai pengganti BP Migas. "Dasar pembentukannya melalui peraturan presiden (perpres) yang segera terbit," ungkap Hatta, kemarin (13/11).
Kedua, unit ini berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bukan di bawah Pertamina selaku badan usaha milik negara (BUMN) di bidang migas. "Pertamina kan institusi bisnis. Sebaiknya di bawah pemerintah," kata Hatta.
Ketiga, tugas unit ini sama seperti BP Migas, termasuk dalam negosiasi kontrak migas. Bahkan seluruh aset dan pegawai BP Migas akan beralih ke unit ini, dan sumber dana unit ini ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tapi, Hatta enggan menjelaskan siapa ketua unit ini. "Kami hanya ingin memastikan seluruh operasi dan kontraktor tetap berjalan," tandas Hatta.
Boleh jadi, keputusan pemerintah ini menjadi jembatan darurat atas kebuntuan regulator sepeninggal BP Migas. Direktur Utama PT Pertamina EP Syamsu Alam berpendapat, kontraktor tak perlu khawatir lagi karena pemerintah sudah memberikan jaminan akan mengambil alih fungsi BP Migas.
Toh, PT Chevron Pacific Indonesia, merasa perlu mengkaji dampak keputusan MK terhadap bisnisnya di Indonesia. Sebab, Chevron telah melayangkan surat permohonan perpanjangan eksplorasi Blok Siak di Riau yang habis pada November 2013 ke BP Migas. "Kami belum tahu dampaknya bagi kegiatan kami," ungkap Dony Indrawan, Manager Corporate Communication Chevron Pacific Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News