Reporter: Bidara Pink | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah melambungnya inflasi, negara-negara di dunia sudah mulai melakukan pengetatan kebijakan moneter lewat peningkatan suku bunga acuan. Namun, Bank Indonesia (BI) mengaku tak buru-buru mengikuti tren dari bank sentral global tersebut.
“Kami melihat tidak perlu terburu-buru untuk naikkan suku bunga acuan. Kami akan menjaga suku bunga acuan di level 3,5% dalam beberapa waktu sampai akhirnya momentum peningkatan,” tegas Gubernur BI Perry Warjiyo di hadapan Bank Dunia dalam pertemuan secara daring, Rabu (22/6).
Perry mengungkapkan, kondisi ini seiring dengan inflasi Indonesia yang dinilai masih rendah secara fundamental. Hal tersebut bisa dilihat dari pergerakan kondisi inflasi inti.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi inti Mei 2022 sebesar 0,23% mom atau secara tahunan 2,58% yoy. Posisi ini bahkan lebih rendah dari inflasi inti pada bulan April 2022 yang sebesar 0,36% mom dan secara tahunan 2,60% yoy.
Baca Juga: Lampaui Batas Atas Target, Bos BI Yakin Inflasi Indonesia 2022 Sebesar 4,2%
“Dengan inflasi yang masih rendah tersebut, maka kami tidak buru-buru. Kami akan tetap menjaga inflasi secara fundamental dan tetap lakukan stabilisasi,” tambah Perry.
Namun, bukan berarti BI tidak mulai melakukan normalisasi. Salah satau cara normalisasi dilakukan lewat normalisasi likuiditas dalam kebijakan peningkatan tarif giro wajib minimum (GWM) yang bahkan makin agresif.
Perry pernah bilang, kewajiban minimum GWM Rupiah untuk bank umum konvensional (BUK) yang pada saat ini sebesar 6,0% akan naik per 1 Juli 2022 menjadi 7,5% dan mulai 1 September 2022 menjadi 9%. Ini berubah dari rencana semula. Pada awal tahun ini, BI mengatakan akan meningkatkan GWM dan sejak 1 September 2022 hanya menjadi 6,5%.
Percepatan normalisasi GWM rupiah juga dilakukan pada bank umum syariah (BUS), yang saat ini 4,5%, menjadi 6% pada 1 Juli 2022 dan mulai 1 September 2022 menjadi 7,5%.
Baca Juga: Bank Dunia Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2022 Bisa Kurang Dari 5%
Meski normalisasi ini dilakukan, Perry yakin tidak akan mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian surat berharga negara (SBN) untuk pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Lebih lanjut, Perry meyakinkan akan tetap memberikan bauran kebijakan untuk memperkokoh pertumbuhan ekonomi, yaitu kebijakan makro prudensial maupun kebijakan sistem pembayaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News