kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bongkar struktur tarif PCR tes, anggota Komisi VI: Harga bisa di bawah Rp 200.000


Selasa, 09 November 2021 / 20:05 WIB
Bongkar struktur tarif PCR tes, anggota Komisi VI: Harga bisa di bawah Rp 200.000
ILUSTRASI. Petugas kesehatan melakukan tes usap polymerase chain reaction (PCR) COVID-19 pada warga di Jakarta,


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra Andre Rosiade membongkar struktur harga polymerase chain reaction (PCR) test yang dinilai seharusnya dapat di bawah Rp 200.000.

"Saya ingin membedah struktur harga PCR. Saya ingin tegaskan harga PCR di Indonesia itu seharusnya bisa di bawah Rp 200.000. Bahkan di saat harga mahal itu seharusnya bulan Maret dan April 2021 sebenarnya kita Maret April 2021 tuh kita sudah bisa di bawah Rp 200.000," kata Andre saat RDP Komisi VI DPR RI bersama PT Bio Farma, PT Kimia Farma, PT Indofarma dan PT Phapros, Selasa (9/11).

Andre mengungkapkan bahwa investasi untuk mesin PCR tidak sampai menyentuh angka miliaran. Satu mesin PCR disebut hanya membutuhkan investasi sebesar Rp 250 juta.

Bahkan saat ini pabrik-pabrik mesin PCR membuka skema kerjasama operasional (KSO) dalam penggunaan mesin. Maka dengan skema KSO tersebut ada potensi investasi mesin sebesar Rp 250 juta dapat dipangkas.

Baca Juga: Dirut Bio Farma ungkap tarif tes PCR masih bisa turun lagi

"Mesin PCR ada dua mesin ekstraksi dan mesin PCR, satu paket kalau kita beli sekarang itu harganya hanya Rp 250 juta. Kalau ada orang bilang investasi PCR miliaran itu nggak ada. Sekarang itu banyak pabrik-pabrik mesin PCR dan kit PCR itu menggratiskan mesinnya, sehingga cukup lab kita itu beli kit-nya saja," jelasnya.

Kemudian untuk komponen kit sendiri, Andre mengungkap hanya membutuhkan total modal Rp 100.000. Adapun harga tersebut terdiri dari VTM yang dibanderol Rp 10.000, ekstraksi kit yang terdiri dari lima macam cairan dibanderol sekitar Rp 25.000. Kemudian reagen ada yang dibandrol Rp 65.000.

"Kalau dihitung total semua itu anggaplah Rp 100.000. itu modal kit PCR. Lalu anggap mesinnya KSO dengan pabrik. Ada biaya nakes ada APD dan lainnya, tapi satu lab bisa ratusan hingga ribuan spesimen tiap hari. Anggaplah untuk modal ya Rp 100.000, nakes, APD, operasional untung berapa sih Rp 50.000-Rp70.000, maka masih di bawah Rp 200.000 sudah pakai margin," jelasnya.

Andre menyebut dengan biaya Rp 170.000 hingga Rp 180.000 seharusnya perusahaan BUMN farmasi masih bisa mendapatkan untung.

Selanjutnya Andre juga menyinggung dugaan adanya pihak yang melakukan tipu-tipu dengan menerapkan tarif PCR berbeda-beda tergantung lama hasil pemeriksaan. Dimana saat ini mesin-mesin PCR dapat mengerjakan spesimen pemeriksaan dalam 1 jam.

Diketahui terdapat mesin PCR dengan cara kerja selama 1 jam untuk 45 hingga 96 spesimen. Serta mesin ekstraksi PCR ada yang memiliki cara kerja selama 20 menit untuk 16 spesimen hingga 96 spesimen.

"Sebenarnya itu laboratorium itu nggak perlu pakai angka-angka 1 jam, 3 jam, 6 jam karena kan mereka memutar mesin yang sama, lagian juga pasien banyak, orang yang nyolok itu kan banyak ribuan orang. Kan itu lucu juga kalau dibikin postur biaya seperti itu," tegas Andre.

Baca Juga: Epidemiolog sebut tak perlu tes PCR bagi pelaku perjalanan domestik

Andre menambahkan, permainan waktu hasil pemeriksaan tersebut diduga menjadi tipu-tipu ongkos bisnis PCR test. "Jadi mohon maaf ya, diduga di tipu-tipu ongkos bisnis. Ini tugas kita memastikan bahwa BUMN kita selain cari untung juga berpihak dan bekerja untuk rakyat," jelasnya.

Demikian juga dengan harga antigen, Andre menyebut seharusnya tarif pemeriksaan antigen dapat di bawah Rp 40.000. Di mana saat ini sudah ada sembilan produsen antigen di domestik dengan tingkat sensitifitas 93-96% dan spesifisitas 97-100%. Salah satu pabrik antigen di domestik bahkan memiliki kapasitas produksi hingga 1,2 juta dalam sehari.

"Jadi antigen lokal itu tidak kalah sama buatan luar. Kualitas antigen kita sebenarnya sudah bagus, harga murah Rp 20.000 aja. Seharusnya pemerintah bisa patok Rp 30.000 atau Rp 40.000. Bahkan salah satunya [pabrik antigen] kapasitas 1,2 juta per hari. Ngapain kita impor? TKDN juga sudah 48% tapi ini punya swasta," ungkap Andre.

Selanjutnya: Intip rekomendasi saham Sarana Menara Nusantara (TOWR) dari Panin Sekuritas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×