Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak gempabumi 7 SR yang diikuti ratusan gempa susulan telah meluluhlantakkan Lombok. Data korban akibat gempa terus bertambah. Terdapat 387.067 jiwa pengungsi yang tersebar di ribuan titik.
Pengungsi terus memerlukan bantuan karena belum semua kebutuhan dasar pengungsi terpenuhi. Bahkan hingga Sabtu (11/8) masih terdapat pengungsi yang belum mendapat bantuan karena sulitnya akses untuk menjangkau lokasi pengungsi.
Pengungsi tersebar di ribuan titik yang terdapat di Kabupaten Lombok Utara 198.846 orang, Kota Mataram 20.343 orang, Lombok Barat 91.372 orang, dan Lombok Timur 76.506 orang.
“Dari 387.067 jiwa pengungsi tersebut terdapat bayi dan anak-anak yang perlu mendapat perlakukan khusus selama mengungsi,” kata Sutopo Purwo Nugroho Kepala pusat Data Informasi dan Humas BNPB melalui siaran press, Minggu (12/10).
Bayi dan anak-anak termasuk kerlompok rentan bersama dengan ibu hamil, lansia dan disabilitas. Mereka perlu mendapat perlakukan khusus karena rentan selama di pengungsian.
Hingga saat ini belum ada data berapa jumlah bayi dan anak-anak dari 387.067 jiwa pengungsi. Tetapi diperkirakan terdapat puluhan ribu jiwa. Data sementara di Kabupaten Lombok Utara terdapat1.991 jiwa balita berusia nol sampai lima tahun dan 2.641 jiwa anak-anak berusia enam sampai sebelas tahun.
Pemberian bantuan berupa makanan untuk bayi dan balita tidak dapat dilakukan sembarangan di pengungsian. Bagi ibu dan bayi yang masih menyusui harus mendapat perhatian. Air susu ibu merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Menyusui dalam kondisi darurat harus terus dilakukan oleh ibu kepada balitanya.
Tidak bisa digantikan dengan susu formula. Sebab terbatasnya sarana untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih, alat memasak, botol steril dan lainnya sangat terbatas di pengungsian. Bahkan pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare, kekurangan gizi dan kematian bayi.
Dalam beberapa pengalaman saat terjadi bencana, apalagi skala bencananya besar yang menyebabkan banyak pengungsi pada saat tanggap darurat bencana, susu formula dan susu bubuk adalah bantuan umum diberikan dalam keadaan darurat.
“Sayangnya, produk-produk tersebut seringkali dibagikan tanpa kontrol yang baik dan dikonsumsi oleh bayi dan anak-anak yang seharusnya masih harus disusui,” jelasnya.
Akibatnya, kasus-kasus penyakit diare di kalangan bayi usia di bawah enam bulan yang menerima bantuan susu formula dua kali lebih banyak dibandingkan mereka yang tidak menerima bantuan itu.
Unicef dan WHO sebagai Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengingatkan bahaya pemberian susu formula di pengungsian. Banyak kasus saat bencana di dunia, pemberian susu formula kepada balita dan anak-anak justru meningkatkan penderita sakit dan kematian.
Di Indonesia, kasus pascabencana gempa di Bantul Yogyakarta, hendaklah dijadikan pelajaran. Pemberian susu formula kala itu justru meningkatkan terjadinya diare pada anak di bawah usia dua tahun. Di mana ternyata 25 persen dari penderita itu meminum susu formula
“Oleh karena itu, dihimbau tidak ada donasi susu formula dan produk bayi lainnya seperti botol, dot, empeng tanpa persetujuan dari Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat. Tidak perlu sumbangan susu formula, susu bubuk dan botol bayi dalam kondisi darurat bencana,” ujarnya.