Reporter: Adi Wikanto | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Mohammad Jumhur Hidayat mengakui permasalahan TKI merupakan tanggung jawab pemerintah. Selain itu, ia juga mengakui, pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan aturan tentang TKI. Banyak kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Berdasar UU tersebut, penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri merupakan wewenang BNP2TKI. Namun, praktek di lapangan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) juga memiliki kewenangan tersebut. "Dualisme kebijakan ini membuat pengawasan TKI sulit dilakukan," kata Jumhur, saat rapat kerja dengan Komisi Ketenagakerjaan (XI) DPR, Selasa (23/11).
Bahkan, karena dualisme itu pula, BNP2TKI malah menjadi macan ompong. Karena, wewenang Kemnakertrans lebih kuat. Kemnakertrans berwenang mengeluarkan izin bagi Perusahaan Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) berada di bawah Kemnakertrans. Otomatis, PPTKIS yang menjadi penyalur TKI, lebih tunduk ke BNP2TKI. "Kita sering memanggil PPTKIS yang bermasalah, tapi mereka tidak mengindahkannya," jelas Jumhur.
Tak hanya itu, dalam masalah pembinaan TKI pun, juga terdapat dualisme kebijakan. Berdasarkan peraturan pemerintah, setiap biaya pembinaan, pelatihan, hingga tes kesehatan mendapat anggaran APBN. "Prakteknya, TKI masih menanggung biaya tersebut, karena ada kebijakan dari Kemnakertrans," tandas Jumhur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News