kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.932   28,00   0,18%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

BKPM surati Mendag terkait aturan impor


Kamis, 03 Desember 2015 / 14:50 WIB
BKPM surati Mendag terkait aturan impor


Sumber: Antara | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani berencana menyurati Menteri Perdagangan Thomas Lembong terkait aturan impor produk tertentu yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87 Tahun 2015.

Tindakan itu dilakukan menyusul banyaknya keluhan dari para pengusaha di sektor yang dibatasi dalam peraturan tersebut, lantaran tidak sesuai dengan visi Indonesia menuju industrialisasi.

"Nanti kita akan kirim surat ke Mendag," kata Franky sesuai jumpa pers mengenai capaian Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pertimbangan-pertimbangan dari para pengusaha akan disampaikan sebagai bagian dari surat tersebut. Hal itu dilakukan sebagai upaya pemerintah mendukung industri manufaktur di Indonesia agar bisa bersaing dengan negara lain.

Permendag Nomor 87 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu yang disahkan Mendag Tom Lembong pada 15 Oktober lalu itu merupakan turunan dari Paket Kebijakan Ekonomi September 2015 Jilid I.

Sayangnya, ketentuan tersebut dinilai lebih memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para importir untuk menjual produk impor jadi di pasar dalam negeri, dan bukan memberikan kemudahan kepada sektor industri dalam negeri.

Pada Permendag 87/2015 tersebut, produk tertentu meliputi makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pakaian jadi dan barang tekstil sudah jadi lainnya, alas kaki, elektronik, dan mainan anak.

Peraturan tersebut membolehkan importir yang hanya memiliki Angka Pengenal Impor (API) Umum untuk melakukan kegiatan impor.

Sementara perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) hanya diperbolehkan mengimpor barang untuk dipergunakan sendiri sebagai barang modal, bahan baku, barang penolong dan atau bahan untuk mendukung proses produksi dan tidak lagi dapat melakukan impor barang komplementer, barang untuk keperluan tes pasar dan layanan purna jual.

Hal itulah yang kemudian menuai kontroversi lantaran kebijakan itu dinilai bisa menumbuhkan perusahaan "trading" yang tidak memberikan kontribusi besar pada perekonomian negara.

Ketua Dewan Pembina Asosiasi Produsen Sepatu Indonesia (Aprisindo) Harijanto mengatakan sejumlah investor mempertanyakan peraturan yang dinilai tidak memihak pada produsen itu.

Menurut dia, peraturan tersebut tidak menumbuhkan sektor industri di Indonesia.

"(Aturan itu membuat) orang cenderung jadi pedagang. Saya kira tidak ada negara yang kuat kalau industrinya tidak tumbuh. Indonesia yang penduduknya besar, industri padat karyanya masih dibutuhkan," tuturnya.

Senada dengan Harijanto, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno mengatakan konsep dalam peraturan tersebut kontradiktif dengan visi Indonesia untuk membangun industri.

"Itu 'trading', bukan negara industri," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×