kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BKPM ingin biaya R&D jadi pengurang pajak


Rabu, 10 April 2013 / 17:32 WIB
BKPM ingin biaya R&D jadi pengurang pajak
ILUSTRASI. Prediksi Bordeaux vs PSG di Ligue 1: Les Parisiens incar poin dari Les Girondins


Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Amal Ihsan

JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meminta pemerintah untuk memberikan insentif pajak terhadap biaya riset dan pengembangan atau research and development (R&D) yang dikeluarkan perusahaan. Bentuknya, biaya R&D menjadi salah satu biaya pengurang pajak.

Kepala BKPM M. Chatib Basri mengungkapkan, selama ini banyak perusahaan enggan memiliki pusat R&D karena membutuhkan biaya besar. Padahal untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, Indonesia seharusnya tidak hanya bergantung pada sumber daya alam (SDA) dan tenaga kerja yang murah saja. "Harus ada peningkatan capacity building, dengan inovasi, teknologi dan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia," jelasnya.

Tanpa adanya inovasi baru, perusahaan hanya akan memperoleh keuntungan jangka pendek. Padahal, kalau mau berkembang, pengusaha harus melakukan inovasi dengan R&D. Beberapa perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia sudah menerapkan cara ini. 

Chatib memberi contoh, Loreal, Daihatsu, dan Toyota, yang membangun fasilitas R&D di Indonesia. Fasilitas R&D ini juga secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) perusahaan karena membutuhkan training untuk melaksanakan R&D. "Karena sudah memajukan SDM Indonesia, seharusnya perusahaan mendapat kompensasi berupa insentif pengurangan pajak," katanya.

Apalagi ketentuan soal insentif perpajakan lewat biaya pengurang pajak sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Cuma, implementasinya ternyata masih sulit dilakukan. "Saya lihat justifikasinya, intervensi pemerintah yang disebut industrial policy kurang," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×