Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meminta pemerintah untuk memberikan insentif pajak terhadap biaya riset dan pengembangan atau research and development (R&D) yang dikeluarkan perusahaan. Bentuknya, biaya R&D menjadi salah satu biaya pengurang pajak.
Kepala BKPM M. Chatib Basri mengungkapkan, selama ini banyak perusahaan enggan memiliki pusat R&D karena membutuhkan biaya besar. Padahal untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, Indonesia seharusnya tidak hanya bergantung pada sumber daya alam (SDA) dan tenaga kerja yang murah saja. "Harus ada peningkatan capacity building, dengan inovasi, teknologi dan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia," jelasnya.
Tanpa adanya inovasi baru, perusahaan hanya akan memperoleh keuntungan jangka pendek. Padahal, kalau mau berkembang, pengusaha harus melakukan inovasi dengan R&D. Beberapa perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia sudah menerapkan cara ini.
Chatib memberi contoh, Loreal, Daihatsu, dan Toyota, yang membangun fasilitas R&D di Indonesia. Fasilitas R&D ini juga secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) perusahaan karena membutuhkan training untuk melaksanakan R&D. "Karena sudah memajukan SDM Indonesia, seharusnya perusahaan mendapat kompensasi berupa insentif pengurangan pajak," katanya.
Apalagi ketentuan soal insentif perpajakan lewat biaya pengurang pajak sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Cuma, implementasinya ternyata masih sulit dilakukan. "Saya lihat justifikasinya, intervensi pemerintah yang disebut industrial policy kurang," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News