Reporter: Barly Haliem, Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
Meski begitu, hitung punya hitung anggaran tersebut masih menjanjikan keuntungan. Sebab, setelah mencari infromasi berbagai sumber pasokan barang, dia bisa mendapatkan harga belanja berbagai barang untuk isi paket bansos maksimal sebesar Rp 203.000 per paket.
Artinya, masih ada margin Rp 34.600 per paket. Dengan kata lain, hitungan di atas kertas dia masih bisa untung Rp 692 juta dari total 20.000 paket sembako.
“Keuntungan ini yang nanti jadi bagi hasil. Saya sebagai sub pemasok mendapat 60% dari keuntungan. Kemudian 40% kawan saya dan mitranya,” ungkap sumber tersebut.
Komisi dibayar, tagihan baru bisa dicairkan
Lantaran itulah, dia mau menerima tawaran tersebut. “Saya ada dana tapi tipis. Saya ajak teman untuk ikut memodali. Terkumpul Rp 4 miliar yag kemudian dipakai untuk belanja dan operasional,” kata sumber tersebut.
Singkat cerita, September 2020, semua pekerjaan pengadaan dan pengiriman paket sembako itu dia tuntaskan. Dia pun lantas mengajukan tagihan ke PPK di Kemsos.
Persoalannya, tagihan pembayaran dia mentok alias belum bisa segera dicairkan. “Ternyata, ada permintaan pembayaran dulu fee-nya. Minta di depan sebelum dicairkan. Totalnya Rp 688 juta untuk 20.000 paket yang saya kelola,” beber si sumber.
Baca Juga: Kemenkeu catat realisasi anggaran perlindungan sosial telah capai Rp 207 triliun
Sumber tersebut lantas meminta koleganya untuk menuntaskan urusan pembayaran fee, sebagaimana perjanjian awal. “Saya tidak mau tahu, dan tidak tahu menahu,” ungkap sumber tersebut.
Oh, iya. Informasi yang beredar, proses penyerahan duit komisi bansos ke ruang kantor salah satu pejabat di Kemsos di Cawang Kencana, juga tak kalah seru, berliku-liku dan menegangkan.
Kabarnya, pada saat datang si kurir pembawa paket berisi duit komisi , mereka diperintahkan untuk menunggu di ruang tamu dengan lampu dimatikan. Selang beberapa saat kemudian, si kurir diperintahkan masuk ke salah satu ruang yang ada pintu lagi menuju ruang lain.
Di ruang terakhir yang dituju itulah, kabarnya, sudah ada lemari sebagai tempat menaruh uang suap. Jika proses penyerahan tersebut sudah tuntas, barulah oknum penerima sogokan menemui si kurir.
Besar pungutan dari laba
Nah, jalaran urusan pembayaran fee itu terlambat, proses pembayaran pekerjaannya pun jadi molor. Sudah begitu, kalkulasi dia meleset total alias berpotensi buntung.
Rupanya, dalam setiap pembayar, ada potongan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan.
“Totalnya 11,5% atau Rp 31.050 per paket. Saya enggak masalah ada potongan lagi karena kan masuk negara. Cuma, kolega saya enggak bilang dari awal kalau ada potongan pajak sehingga hitungan tadi meleset semua,” keluh si sumber.
Berlikunya proses administrasi itulah yang membuat pembayaran yang seharusnya dia terima terlambat. “Saya baru terima semuanya bulan November 2020 atau dua bulan dari pekerjaan. Ini yang bikin saya enggak enak sama teman karena uangnya baru kembali setelah dua bulan,” kata sumber tersebut dengan nada kesal.
Baca Juga: Bulog pastikan penyaluran bantuan sosial sesuai aturan