Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah meningkatkan porsi dana transfer daerah tahun depan sebesar 17,7%. Dalam nota keuangan RAPBN 2016, pemerintah mengusulkan penambahan dana transfer daerah sebesar Rp 117,6 triliun dari tahun ini Rp 664,6 triliun menjadi Rp 782,2 triliun.
Nilai transfer ke daerah pada 2016, terdiri dari dana transfer daerah sebesar Rp 735,2 triliun dan dana desa Rp 47 triliun. Dibandingkan APBNP 2015, dana transfer daerah itu naik Rp 91,4 triliun atau 14,2% dan dana desa naik Rp 26,2 triliun atau 125%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, dengan penambahan tersebut, tahun depan dialokasikan untuk daerah melebihi anggaran belanja pemerintah pusat yang hanya Rp 780,4 triliun. "Ini bukan angka yang main-main, karena negara telah menyatakan negara desentralisasi," katanya, Selasa (18/8).
Namun lonjakan dana transfer daerah ini harus diikuti dengan kebijakan agar penyerapan maksimal. Berkaca pada realisasi belanja Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) provinsi, hingga semester I 2015 hanya 25,9%, sedangkan tingkat kabupaten sebesar 24,6%.
Bahkan dari total dana yang telah disalurkan, sebanyak Rp 270 triliun masih tersimpan di bank daerah. Padahal dana tersebut diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, seperti untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan.
Untuk itu, Suahasil bilang, pemerintah pusat sedang mempersiapkan formula untuk mempercepat penyerapan dana transfer daerah dan dana desa.
Salah satunya dengan kebijakan agar pelaksanaan pra kualifikasi proyek dilakukan sebelum tahun berjalan. Pemerintah juga memperkuat peran Kementerian Dalam Negeri untuk pengawasan.
Kegiatan pra kontrak seperti penyusunan studi kelayakan atau feasibility study (FS) harus sudah dilakukan sebelum tahun anggaran berjalan. Hal itu bertujuan agar proyek sudah berjalan sebelum dana cair. "Pra lelang dilakukan tahun ini untuk 2016," ujar Suhasil. Dana yang tidak terserap juga diusulkan agar diubah menjadi Surat Utang Negara (SUN). Sehingga, Pemda terpacu untuk mempercepat penyerapan anggaran.
Namun menurut Direktur Pendapatan Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Horas Maurits Panjaitan, rendahnya penyerapan anggaran daerah antara lain disebabkan oleh ketakutan kepala daerah di provinsi dan kabupaten untuk mencairkan anggaran.
Kepala daerah belum paham tentang payung hukum anggaran. "Banyaknya kepala daerah yang terkena kasus hukum, berkorelasi dengan rendahnya penyerapan, mereka takut," kata Maurits.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News