kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI yakin defisit transaksi berjalan 2016 turun


Senin, 23 Mei 2016 / 06:15 WIB
BI yakin defisit transaksi berjalan 2016 turun


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menurunkan prediksi nilai defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) sampai akhir tahun ini. Berdasar prediksi terbaru otoritas moneter, defisit transaksi berjalan di tahun ini hanya sebesar US$ 20 miliar, turun dibandingkan proyeksi awalnya, yaitu US$ 26 miliar.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, lebih rendahnya defisit transaksi berjalan pada tahun disebabkan oleh kenaikan harga sejumlah komoditas ekspor andalan Indonesia. "Seperti kelapa sawit, timah, dan karet," ujar Agus, akhir pekan lalu.

Walau begitu, masih ada risiko penurunan ekspor Indonesia. Sebab pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih lambat dari tahun lalu. Dari sisi impor, BI melihat investasi swasta belum cukup kuat. Selain itu konsumsi domestik juga belum terlalu kuat seiring lesunya permintaan global.

Impor diperkirakan sedikit turun sejalan dengan revisi pertumbuhan yang lebih rendah menjadi 5%-5,4% dari sebelumnya 5,2%-5,6%," tambah Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung.

Masih berisiko tinggi

Data BI menunjukkan, sampai akhir kuartal I-2016 nilai defisit transaksi berjalan Indonesia sebesar US$ 4,6 miliar. Nilai ini sama dengan 2,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai defisit tersebut lebih rendah dibanding kuartal IV-2015 yang sebesar US$ 5,1 miliar atau 2,3% dari PDB.

Perbaikan defisit transaksi berjalan terjadi seiring dengan kinerja ekspor dan impor yang mulai meningkat dari bulan ke bulan. Hal itu menyebabkan neraca perdagangan tiga bulan pertama 2016 surplus hingga US$ 1,65 miliar.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, harga komoditas saat ini masih bergejolak. Bahkan dalam dua pekan terakhir Mei 2016, harga komoditas melemah.

"Harga komoditas melemah lebih karena ekspektasi dollar AS, bukan karena fundamental. Kalau ekonomi China membaik harusnya harga komoditas ikut membaik," kata Lana.

Menurut Lana, perbaikan ekspor dengan mengandalkan kenaikan harga komoditas masih berisiko sampai The Fed benar-benar memutuskan tidak menaikkan suku bunganya di Juni mendatang.

Dia juga melihat kinerja impor masih akan melemah seiring dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Lana melihat defisit neraca jasa akan mengalami perbaikan. Sementara aktivitas perdagangan internasional masih lemah.

"Jadi mungkin CAD tahun ini menurun, tetapi kalau penurunannya karena efek impor yang turun lebih besar daripada penurunan ekspor, maka untuk ekonomi secara umum, hal ini bukan indikator yang sehat," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×