kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI sebut perubahan iklim bisa mengganggu stabilitas moneter dan sistim keuangan


Rabu, 08 Desember 2021 / 15:45 WIB
BI sebut perubahan iklim bisa mengganggu stabilitas moneter dan sistim keuangan
ILUSTRASI. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyebut perubahan iklim bisa mengganggu stabilitas moneter dan sistim keuangan.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menyebut, perekonomian rendah karbon diperkirakan akan membawa masuk investasi global dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan termasuk mendorong peningkatan cadangan devisa.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan, perubahan iklim memang dapat membawa risiko tersendiri bagi perekonomian. Menurutnya, kenaikan emisi karbon telah menaikan suhu bumi, sehingga mengakibatkan perubahan iklim yang berpotensi mengganggu stablitas moneter dan sistim keuangan.

“Posisi geografis Indonesia yang terletak di ring of fire atau cincin api, mengakibatkan Indonesia rentan dengan pada perubahan iklim dibandingkan dengan negara lain,” kata Destry dalam webinar Pungutan Keuangan Hijau dalam Menjawab Tantangan dan Peluang Perubahan Iklim bagi Stabilitas Sistem Keuangan, Rabu (8/12).

Saat ini, kerugian ekonomi Indonesia akibat cuaca ekstrem telah mencapai Rp 100 triliun per tahun. Destry memperkirakan, biaya ini akan terus tumbuh secara ekspondensial akibat semakin ekstremnya cuaca di masa depan.

Baca Juga: BI meracik insentif bagi perbankan yang salurkan kredit ke sektor ekonomi hijau

Bila tidak dilakukan aksi mitigasi, maka biaya akibat cuaca ekstrem pada 2050 mendatang diperkirakan dapat mencapai 40% dari produk domestik bruto (PDB).

Sebab, sejalan dengan semakin kuatnya tuntutan global atas ekonomi hijau dan keuangan berkelanjutan, Indonesia akan rentan risiko transisi global besar jika terlambat jika terlambat melakukan aksi mitigasi.

Destry mengatakan, akibat perubahan iklim tersebut, Indonesia sudah merasakan hambatan ekspor untuk beberapa produk unggulan. Bahkan hambatan ekspor ini akan semakin besar ke depannya.

Dalam rangka mendukung transisi dan ekonomi hijau, BI juga telah melakukan inisiatif hijau sejak 10 tahun yang lalu. Inisiatif ini dilakukan dalam bentuk kerjasama dengan berbagai pihak di dalam negeri, khususnya kementerian dan otoritas, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga  beberapa forum keuangan hijau di luar negeri seperti network for greening the financial system.

Pada inisiatif kebijakan, Destry juga menyampaikan, BI telah meluncurkan kebijakan insentif bagi pembiayaan green property dan kendaraan yang berwawasan lingkungan. Sementara, pada sisi internal BI juga mencoba melakukan inisiatif seperti pengalokasian infestasi berkelanjutan dalam bentuk penempatan portofolio cadangan devisa hijau.

Kedepannya, BI akan terus melanjutkan penguatan kebijakan keuangan hijau yang sala satunya ditujukan untuk memitigasi risiko terhadap stabilitas sistim keuangan. Diantaranya melalui penguatan kebijakan makro prudensial, pendalaman pasar keuangan, pengembangan ekonomi dan keuangan inkusif, hingga transformasi kelembagaan BI yang keseluruhannya memerhatikan lingkungan.

“BI juga akan terus bersinergi melakukan koordinasi yang erat dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dengan lembaga, dan tentunya dengan stakeholder terkait,” imbuh Destry.

Baca Juga: Bakal ada insentif, kredit ke sektor ekonomi hijau makin deras

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×