Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Harris Hadinata
JAKARTA. Nilai tukar rupiah kembali loyo. Kali ini bukan disebabkan data dalam negeri yang jelek, namun sentimen luar negeri yang sedang tidak bersahabat.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), Senin (2/2) rupiah melemah ke level Rp 12.700 per dollar Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, pada Jumat (30/1) rupiah bertengger pada level Rp 12.625.
Padahal data dalam negeri yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) bersahabat bagi rupiah. BPS mencatat Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,24% di Januari. Selain itu, neraca dagang Desember surplus US$ 186,8 juta.
Direktur Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan penyebab rupiah loyo di tengah positifnya data dalam negeri adalah karena faktor eksternal.
Data terbaru China yaitu Purchasing Managers' Index (PMI) pada bulan Januari kurang baik. PMI China pada bulan Januari berada pada level 49,7, naik tipis dari level 49,6 pada Desember 2014.
Menurut Peter, hal ini memberikan indikasi bahwa negara di luar Amerika ekonominya belum membaik. "Sehingga pelemahan mata uang di luar dollar terjadi secara keseluruhan termasuk rupiah. Pasar lari ke dollar," ujarnya, Senin (2/2). Indeks dollar sudah mencapai level yang tinggi yaitu 94,7 terhadap mata uang lainnya.
Berdasarkan catatan BI, mata uang rupiah pada Senin (2/2) mengalami pelemahan 0,13%, mata uang Korea melemah 0,87%, mata uang Taiwan melemah 0,33%, mata uang China melemah 0,15%, mata uang Jepang melemah 0,14%, dan mata uang Malaysia melemah 0,12%.
Peter mengakui, pelemahan rupiah tertahan pada level 0,13% karena data dalam negeri yang bagus yaitu deflasi dan surplus neraca dagang. Positifnya data ekonomi Indonesia masih mengundang dana asing masuk, meski kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News