Reporter: Anna Suci Perwitasari |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menyatakan rupiah mengalami tekanan pelemahan di triwulan kedua ini. Namun, volatilitasnya lebih terjaga dibanding triwulan sebelumnya.
Menurut Gubernur BI Darmin Nasution salah satu penopangnya adalah kebijakan stabilisasi yang ditempuh BI. "Rupiah secara point to point melemah sebesar 2,65% ke level Rp 9.393 per dollar AS, atau secara rata-rata melemah 2,27% (quarter to quarter) menjadi Rp 9.277 per dollar AS," jelas Darmin.
Rupiah terhimpit dinamika krisis di Eropa yang mendorong meningkatnya pemintaan valas. Pasalnya, saat ini pelaku pasar asing sedang sibuk mengatur ulang portfolionya. Selain itu, permintaan valas domestik juga meningkat seiring dengan impor yang tinggi.
BI menegaskan akan terus menempuh langkah-langkah untuk menjaga keseimbangan di pasar valas maupun mengembangkan instrumen moneter valas. Dengan begitu, stabilisasi nilai tukar rupiah akan sesuai fundamentalnya dan juga sejalan pergerakan mata uang kawasan Asia.
Inflasi terkendali
BI juga melihat tekanan inflasi masih relatif rendah di triwulan dua lalu. Indeks Harga Konsumen pada triwulan kedua itu tercatat 0,9%, sehingga secara tahunan mencapai 4,53% (year on year).
Singkat kata, BI memangdang secara fundamental, inflasi masih terkendali. Terlebih hal ini tercermin pada inflasi inti yang rendah (4,15% year on year/yoy). Inflasi inti bisa melandai seiring penurunan harga komoditas global dan ekspektasi pasar yang membaik.
Di sisi lain, kinerja industri perbankan semakin solid. Pertumbuhan kredit hingga akhir Mei 2012 mencapai 26,3% (yoy). Kredit investasi tumbuh cukup tinggi, sebesar 29,3% (yoy). BI berharap prestasi ini dapat meningkatkan perekonomian.
Sementara itu, kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 28,9% (yoy) dan 20,3% (yoy).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News