Reporter: Herlina KD, | Editor: Test Test
JAKARTA. Sesuai dengan perkiraan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (BI rate) di level 5,75%. Ketidakpastian ekonomi global dan ekspektasi inflasi yang cukup tinggi membuat bank sentral terus waspada.
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution bilang, sebenarnya tekanan inflasi ke depan masih cukup terkendali. Meski begitu, "BI mewaspadai tekanan inflasi yang akan meningkat secara temporer ke depan karena adanya kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi," ujarnya, Kamis (12/4).
Kepala Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan juga memperkirakan suku bunga acuan BI rate akan tetap. Menurutnya, untuk menyesuaikan BI rate setelah diturunkan secara agresif ke level 5,75% akan menimbulkan risiko kredibilitas bagi BI. "BI bisa mengetatkan kebijakan moneter tapi bukan dengan menaikkan atau menurunkan BI rate," jelasnya, baru-baru ini.
Fauzi mencontohkan, beberapa langkah kebijakan moneter yang bisa diambil BI antara lain dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM), dan menerbitkan SBI. "BI juga bisa menaikkan suku bunga FASBI untuk pelaku pasar uang antar bank," katanya.
Untuk mengantisipasi dampak inflasi jangka pendek, Darmin bilang BI akan melanjutkan penguatan operasi moneter. BI juga akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta koordinasi kebijakan dengan pemerintah baik melalui tim pengendalian inflasi pusat (TPI) maupun dengan tim pengendalian inflasi daerah (TPID).
Darmin menekankan, untuk menjaga dampak inflasi karena kenaikan harga BBM ini BI tidak selalu menggunakan instrumen tingkat bunga, tapi juga instrumen moneter lain. Menurutnya, dalam beberapa minggu terakhir BI telah mempengaruhi term dan struktur suku bunga jangka pendek seperti overnight. Saat ini, tingkat bunga overnight ada di kisaran 3,7%-3,8%.
Tingkat bunga overnight sebesar itu, kata Darmin, rata-ratanya hampir sama dengan suku bunga SBI 9 bulan. Padahal, menurut Darmin sebaiknya kalau overnight 3,7%-3,8%, (SBI) 3 bulan, 6 bulan dan 9 bulan harus naik di atas itu. Tapi, "Faktanya (suku bunga SBI) masih rendah. Itu artinya kami mempengaruhi melalui pasar, melalui operasi moneter. Dengan mendorong itu, kami akan meningkatkan penyedotan atau mengurangi likuiditas di pasar," jelasnya.
Semula, BI memperkirakan inflasi tahun ini sekitar 4,4% jika tak ada kenaikan harga BBM. Tapi, jika ada kenaikan harga BBM dengan skenario pertama, yaitu BBM naik Rp 1.500 per liter, atau skenario yang kedua subsidi BBM dipatok Rp 2.000 per liter, maka inflasi akan bertambah sekitar 2,4%-2,7% menjadi 6,8% - 7,1%.
Ternyata, dinamika yang terjadi kemudian tak sesuai dengan skenario. Pasalnya, ketentuan UU APBNP 2012 menyebutkan, pemerintah baru bisa menaikkan harga BBM jika deviasi ICP melampaui 15% dari harga ICP yang dipatok. Sayangnya, "Dinamika terus berkembang dan ekspektasi inflasi tidak bisa kembali ke titik nol, karena sudah melewati titik itu," ujar Darmin.
Di sisi lain, pemerintah dan DPR menunda kenaikan tarif dasar listrik pada tahun ini. Artinya, ada potensi inflasi bisa lebih rendah dari yang diperkirakan. Darmin memperkirakan, tanpa ekspektasi kenaikan harga BBMl, inflasi bisa sekitar 4,3%. Sehingga, kalau harga BBM naik Rp 1.500 maka inflasi akan ada di kisaran 6,6%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News