kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI Rate dibayangi kenaikan inflasi


Selasa, 05 Maret 2013 / 06:56 WIB
BI Rate dibayangi kenaikan inflasi
ILUSTRASI. Meski saat ini kasus di Indonesia sudah mengalami penurunan, namun masyarakat harus waspada gelombang ketiga Covid-19. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Herlina KD, Asep Munazat Zatnika |

JAKARTA. Angka inflasi bulan Februari sebesar 0,75% memang mengejutkan. Ini adalah inflasi tertinggi pada bulan Februari dalam 10 tahun terakhir. Umumnya, angka inflasi bulan Februari menurun, bahkan bisa terjadi deflasi. Sinyal ini pula yang mengharuskan Bank Indonesia (BI) dan pemerintah waspada.

Kenaikan harga barang dan jasa yang memicu kenaikan inflasi Februari. Suplai yang terbatas mendongkrak harga barang. Kondisi ini diperparah dengan kenaikan tarif dasar listrik sejak awal tahun.

Tren kenaikan harga barang, khususnya bahan makanan pokok masih akan terjadi. Cuaca buruk bisa menghambat panen raya. Ini juga masih ditambah dengan seretnya suplai barang lantaran keran impor produk hortikultura disumbat.

Meski begitu, menurut para ekonom dan analis, BI belum perlu mengubah suku bunga acuan (BI rate) yang kini bertengger di 5,75% dalam rapat Dewan Gubernur pada Kamis 7 Maret 2013 nanti. "BI tak perlu reaktif karena yang naik adalah inflasi dari harga bergejolak, bukan inflasi inti," tandas Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih, Senin (4/3).

Lagipula, saat ini, suku bunga di pasar internasional masih cukup rendah. Bila BI menaikkan suku bunga, kata Lana akan menimbulkan persepsi dari pasar bahwa ada risiko inflasi yang tinggi di Indonesia. BI bisa menggunakan instrumen moneter lain, seperti Fasbi untuk mengurangi dampak inflasi. "BI bisa kembali menaikkan FasBI antara 25 basis poin atau 50 basis poin," ujar dia.

Saat ini, upaya nyata pemerintah dalam membenahi pasokan pangan, terutama komoditas yang impornya dibatasi lebih penting.

Menurut Lana, inflasi tinggi awal tahun ini lebih dipicu ketidaksiapan pemerintah memenuhi pasokan pangan setelah ada kebijakan pembatasan impor hortikultura.

Memasuki bulan Maret-April, Lana memperkirakan, ada peluang deflasi lantaran sudah masuk musim panen. Kalau pun masih ada inflasi, kemungkinan angkanya kecil.

Inflasi diperkirakan kembali naik di bulan Mei-Juni karena mendekati bulan Ramadhan dan Lebaran. Potensi deflasi muncul di Oktober-November. "Kalaupun ada potensi inflasi meleset dari target, paling hanya 0,5%," ujar dia.

Kepala Ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan menambahkan, meski tahun ini diawali dengan angka inflasi yang mengagetkan, tingkat inflasi tahun ini tidak akan melebihi batas atas maupun batas bawah yang sudah dipatok pemerintah, yaitu sebesar 4,5% plus minus 1. Untuk itu, BI belum perlu merevisi BI rate. "Semua faktor yang akan mempengaruhi ke depan sudah diperhitungkan," ujarnya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana optimistis, inflasi tahun ini masih sesuai target APBN 2013 yakni 4,9%.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro bilang, pemerintah akan mengupayakan target inflasi 4,9% tercapai. Minimal, realisasi inflasi tahun ini tak akan meleset dari koridor yang ditetapkan BI, yakni 4,5% plus minus 1%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×