Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tetap bersikap optimistis dana asing akan mengalir ke pasar domestik kendati ketegangan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China tengah memanas.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengakui, sentimen negatif perang dagang berimbas pada kondisi pasar domestik sepekan terakhir. Namun menurutnya, kondisi tersebut bersifat teknikal dan hanya berlangsung temporer.
Baca Juga: Wah, Investor Jepang Makin Agresif Memburu Bank di Indonesia
“Ada faktor teknikal sehingga ada sedikit outflow, itu biasa sebab investor melakukan carry trade (ambil untung) sehingga bisa keluar masuk. Tapi, keseluruhan investor jangka panjang terus melakukan inflow ke Indonesia,” kata Perry.
Adapun, BI mencatat aliran modal asing yang masuk per 8 Agustus lalu mencapai Rp 179,6 triliun. Aliran modal terdiri dari Rp 113,7 triliun ke pasar SBN dan Rp 65,9 triliun ke pasar saham.
Perry menjelaskan, aliran modal asing yang masuk menunjukkan kepercayaan (confidence) pelaku pasar terhadap kondisi dan prospek ekonomi Indonesia.
Selain itu, Perry menyebut, premi risiko Indonesia juga tetap rendah mengacu pada indikator credit default swap (CDS) untuk lima tahun masih berada pada level 90,8.
“Memang sedikit meningkat 4 basis poin dari posisi sebelumnya 87,2 di awal Agustus. Tapi secara keseluruhan CDS spread itu relatif rendah dibandingkan dengan peer group,” kata dia.
Baca Juga: Likuiditas domestik ketat, sejumlah multifinance masih andalkan pinjaman luar negeri
Terkait risiko perang dagang AS dan China yang belum mereda, Perry mengatakan akan terus mencermati segala dampak terhadap stabilitas makroekonomi, inflasi, nilai tukar, hingga upaya pengendalian defisit transaksi berjalan (CAD).
Baca Juga: Wow, Kepemilikan Investor Asing di Surat Berharga Negara (SBN) Mencapai Rekor
“Kita yakinkan kepada investor, masyarakat dan semua bahwa sinergi kebijakan antara pemerintah, Bank Indonesia, OJK, dan dunia usaha itu sangat kuat untuk terus menjaga stabilitas,” tandas Perry.
Seperti diketahui, tensi perang dagang antara AS dan China kembali melejit. Setelah Presiden AS Donald Trump mencetuskan akan menambah tarif sebesar 10% terhadap barang impor China senilai US$ 300 miliar, pemerintah China membalas dengan melakukan devaluasi mata uang yuan ke bawah 7 per dollar AS.
Bertambah tegangnya hubungan dagang AS dan China kembali menimbulkan ketidakpastian bagi perekonomian global, terutama pasar emerging market termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah sempat bergerak melemah, terjadi arus keluar modal asing dari pasar obligasi domestik, dan indeks saham IHSG tertekan.
Baca Juga: Disebut manipulator mata uang, China intervensi pelemahan yuan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News