Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
Terkait risiko perang dagang AS dan China yang belum mereda, Perry mengatakan akan terus mencermati segala dampak terhadap stabilitas makroekonomi, inflasi, nilai tukar, hingga upaya pengendalian defisit transaksi berjalan (CAD).
Baca Juga: Wow, Kepemilikan Investor Asing di Surat Berharga Negara (SBN) Mencapai Rekor
“Kita yakinkan kepada investor, masyarakat dan semua bahwa sinergi kebijakan antara pemerintah, Bank Indonesia, OJK, dan dunia usaha itu sangat kuat untuk terus menjaga stabilitas,” tandas Perry.
Seperti diketahui, tensi perang dagang antara AS dan China kembali melejit. Setelah Presiden AS Donald Trump mencetuskan akan menambah tarif sebesar 10% terhadap barang impor China senilai US$ 300 miliar, pemerintah China membalas dengan melakukan devaluasi mata uang yuan ke bawah 7 per dollar AS.
Bertambah tegangnya hubungan dagang AS dan China kembali menimbulkan ketidakpastian bagi perekonomian global, terutama pasar emerging market termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah sempat bergerak melemah, terjadi arus keluar modal asing dari pasar obligasi domestik, dan indeks saham IHSG tertekan.
Baca Juga: Disebut manipulator mata uang, China intervensi pelemahan yuan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News