kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BI minta BUMN bikin obligasi penampung repatriasi


Rabu, 25 Mei 2016 / 16:17 WIB
BI minta BUMN bikin obligasi penampung repatriasi


Sumber: Antara | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menambah penerbitan obligasi agar pasar keuangan domestik semakin beragam, sehingga dapat menampung dana repatriasi hasil kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty.

"Kalau tidak ada instrumennya, maka dana itu hanya akan ditempatkan di pilihan yang tidak cukup menampung dana itu, atau di giro atau deposito perbankan," kata Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Rabu (25/5).

Melalui repatriasi pengampunan pajak, bank sentral mencatat akan terdapat dana masuk sebesar Rp 560 triliun.

Penerbitan obligasi oleh BUMN juga, kata Agus, bukan semata-mata untuk mengantisipasi dana repatriasi, namun secara jangka panjang untuk memperdalam pasar keuangan domestik yang masih sangat terbatas.

Menurut Agus, saat ini pasar penerbitan obligasi korporasi di Indonesia baru mencapai 2,2% dari Produk Dometik Bruto (PDB). Agus menginginkan pada 2030, nilai obligasi korporasi dapat mencapai 17% terhadap PDB.

Pasar obligasi korporasi Indonesia pun jauh tertinggal dibanding negara-negara Asia Tenggara. Misalnya, Filipina yang sebesar 5,8% dari PDB, Thailand 17,4% dari PDB atau bahkan Singapura yang sebesar 32,4% dari PDB.

Pembiayaan melalui obligasi korporasi ini, kata Agus, diharapkan dapat mendiversifikasi sumber pembiayaan pembangunan yang saat ini masih didominasi perbankan. Industri perbankan menyumbang total 71,9% terhadap pembiayaan pembangunan. Sisanya merupakan beragam pembiayaan dari industri keuangan non-bank.

"Ini menunjukkan pasar keuangan kita belum cukup dalam," kata Agus.

Di kesempatan yang sama, Menteri BUMN Rini Soemarno sependapat agar BUMN dapat lebih banyak menerbitkan obligasi. Menrutnya, BUMN selama ini cenderung bergantung pada pembiayaan perbankan, yang mayoritas untuk jangka pendek.

Apalagi, kata Rini, lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's pada Juni 2016 kemungkinan besar akan meningkatkan peringkat Indonesia menjadi layak investasi.

"Sekarang kami sedang proses pendirian holding (induk usaha). Yang baru selesai keuangan Pertamina, di mana Perusahaan Gas Negara jadi bagian Pertamina. Nanti Pertamina saya harapkan dapat rating (peringkat), sehingga bisa terbitkan obligasi jadi bunganya rendah," kata Rini. (Indra Arief Pribadi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×