kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI-Menko khawatir efektivitas pemerintahan Jokowi


Kamis, 02 Oktober 2014 / 10:21 WIB
BI-Menko khawatir efektivitas pemerintahan Jokowi
ILUSTRASI. Kendaraan melintas pada ruas jalan tol Jakarta-Cikampek di Bekasi, Rabu (11/5). KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Para investor pantas ketar-ketir melihat situasi politik yang memanas antara pemerintahan baru dengan parlemen. Investor risau karena program pemerintahan baru Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla akan sulit berjalan secara efektif akibat  terganjal di parlemen.  Beberapa kali, partai yang tergabung di Koalisi Merah Putih mendominasi pembahasan kebijakan di DPR. 

Kegusaran ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chaerul Tanjung. Chairul menilai, jika pemerintahan baru tidak segera berbenah, maka kepercayaan investor semakin rendah. "Pasar telah mengetahui, pemerintahan baru tidak bisa leluasa untuk memuluskan kebijakannya di parlemen," ujar Chaerul, Rabu (1/10).

Dalam jangka pendek, kata Chaerul, gejala ini sudah terlihat. Belakangan ini, kondisi ekonomi cukup tertekan. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terus melemah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat terdepresiasi. Dalam jangka menengah, jika hal ini terus dibiarkan oleh Jokowi-JK, maka minat investor terhadap Indonesia akan terus berkurang.

Padahal, sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar optimistis, pada tahun 2015, nilai investasi akan tumbuh 15%. Pertumbuhan investasi itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai target pemerintah sebesar 5,8%.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo tidak menampik, gejolak politik di Tanah Air bisa berdampak terhadap laju investasi dalam jangka panjang. Bahkan, kata dia, jika situasi politik ini tidak mencapai konsensus, maka dampak yang paling besar adalah menghambat upaya pemerintah baru melakukan reformasi struktural.

Agus khawatir langkah BI untuk menekan neraca transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) akan terganggu. Jika neraca dagang terus tertekan dan nilai tukar mengalami depresiasi, pasar keuangan juga akan guncang. BI mencatat, depresiasi nilai tukar rupiah sepanjang 2014 sudah mencapai 0,16%. Angka depresiasi ini dinilai tinggi.

Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko menilai, ada langkah yang bisa diambil pemerintah Jokowi-JK. Salah satunya, menyusun kabinet yang merepresentasikan kekuatan pemerintah terhadap parlemen. Jika tidak, bisa menimbulkan isyarat negatif bagi investor. 

Selain itu, kebijakan politik bertujuan untuk memperbaiki fundamental ekonomi Indonesia . Caranya, menjaga inflasi stabil atau menerapkan kebijakan reformasi anggaran, yakni menaikkan harga BBM bersubsidi. “Ini bisa memperkuat bergain pemerintah di DPR,” kata Prasetyantoko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×