kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI masih kaji batas transaksi tunai Rp 100 juta dalam RUU PTUK


Selasa, 17 April 2018 / 17:32 WIB
BI masih kaji batas transaksi tunai Rp 100 juta dalam RUU PTUK
ILUSTRASI. Dewan Gubernur Bank Indonesia


Reporter: Fauzan Zahid Abiduloh | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Detail pelaksanaan penetapan batas maksimal transaksi tunai Rp 100 juta dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) terbaru dinilai masih perlu pertimbangan.

Pasalnya, ketetapan tersebut dapat memberatkan kegiatan usaha di pedesaan yang belum terbiasa dengan transaksi nontunai.

Erwin Rijanto, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), mengonfirmasi bahwa ketetapan transaksi tunai maksimal Rp 100 juta tidak hanya berlaku pada satu kali transaksi.

"Jika Anda melakukan beberapa kali transaksi tunai yang total akumulasinya di atas Rp 100 juta, maka Anda juga terkena sanksi, baik itu sanksi administratif (denda) ataupun perdata (batal karena hukum)," jelasnya.

Hal itu ia nilai dapat memberatkan kegiatan usaha di daerah pedesaan, khususnya yang bergerak di sektor pertanian dan peternakan.

"Bayangkan, satu mobil pengirim sapi itu isinya bisa 17 sampai 20 ekor, sedangkan satu sapinya bisa bernilai 20 juta. Jika penjual sapi dibayar tunai, masa ia juga terkena sanksi?!," tambahnya.

Itulah mengapa pelaksanaan RUU PTUK masih memerlukan kajian. Ke depan, BI akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kementerian Hukum dan Ham.

"Apakah nanti kita buat pengecualian-pengecualian, atau hal lainnya, itu masih belum bisa disebutkan. Intinya, kami tidak ingin ketetapan yang telah dibuat justru menghasilkan problem baru," imbuhnya.

Sebetulnya, RUU PTUK sudah mencantumkan 12 pengecualian. Tiga di antaranya yaitu transaksi untuk pembayaran gaji dan pensiun, transaksi untuk pembayaran pajak dan kewajiban lainnya pada negara, serta transaksi di daerah yang belum ada Penyedia Jasa Keuangan (PJK) atau sudah ada PJK tapi belum memiliki infrastruktur yang memadai.

Saat disinggung mengenai kebijakan pengecualian terakhir, Erwin hanya mengatakan bahwa pengecualian itu masih perlu diperjelas. "Kami masih perlu merancang ketetapan turunannya," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×