Reporter: Fauzan Zahid Abiduloh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta tim penyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) memperhatikan kemungkinan pelaksanaannya.
Minimnya infrastruktur yang mendukung peralihan pada transaksi non tunai di daerah-daerah pedesaan akan menghadirkan masalah baru jika RUU ini disahkan.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, DPR siap melakukan pembahasan RUU PTUK jika memang RUU tersebut sudah diserahkan ke rapat DPR.
Bambang mengapresiasi motivasi dibentuknya RUU ini. Ia mengatakan bahwa pengesahan RUU tersebut akan memangkas inefisiensi perekonomian Indonesia.
"Di China, orang kalau ngopi di pinggir jalan sudah bisa bayar pake HP. Di negara lain ada yang sudah pake barcode. Kita tertinggal dalam hal efisiensi transaksi," ujarnya.
Pengesahan RUU ini juga dinilai krusial. Pasalnya, ia dapat menekan biaya penerbitan uang kartal.
"Di Brazil, peralihan transaksi pada transaksi elektronik telah memangkas pengeluaran negara sebesar 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di India, ia bisa memangkas 8%. Indonesia kapan? Per 2017 saja peredaran uang kartal kita meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian domestik," jelasnya
Ia juga berjanji bahwa pembahasan RUU PTUK merupakan agenda prioritas di tahun 2018.
Kendati begitu, ia mengingatkan bahwa tim penyusun RUU PTUK harus memperhatikan kemungkinan pelaksanaannya, terutama di pedesaan.
"Pemerintah harus dapat memastikan bahwa infrastruktur transaksi nontunai tersedia dan dapat diandalkan masyarakat pedesaan. Selain itu, pemerintah juga harus dapat meyakinkan masyarakat pedesaan untuk bisa menerimanya," imbuhnya.
Tak lupa, Bambang juga meminta upaya pengalihan transaksi tunai ke nontunai juga disertai oleh peningkatan keamanan transaksinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News