Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Meningkatnya dana yang masuk melalui kebijakan Tax Amnesty belum mampu mempertahankan penguatan rupiah. Namun, rupiah mengalami pelemahan yang konsisten sejak Bank Sentral Amerika Serikat (AS) membuka peluang kenaikan suku bunganya dalam waktu dekat.
Berdasarkan referensi kurs tengah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), pelemahan rupiah terjadi sejak 18 Agustus lalu, yaitu berada di level Rp 13.114 per dollar AS dibanding dua hari sebelumnya yang berada di level Rp 13.098 per dollar AS.
Pelemahan tersebut terjadi setelah Presiden Fed of New York William Dudley memperingatkan investor agar tidak meremehkan kenaikan suku bunganya dalam waktu dekat. Ia membuka peluang kenaikan suku bunga di September dan Desember mendatang.
Sejak saat itu, pelemahan kurs rupiah berlanjut. Per 24 Agustus, kurs rupiah berada d level Rp 13.252 per dollar AS.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, saat ini jumlah aliran valas yang masuk ke Indonesia masih cukup banyak. Investasi portofolio masih menujukkan inflow investor masih melihat perbaikan pertumbuhan ekonomi dan juga dari Tax Amnesty.
Inflow dari Tax Amnesty memang menujukkan peningkatan. Catatan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu), jumlah deklarasi harta bersih yang direpatriasikan per 24 Agustus mencapai Rp 1,94 triliun, naik dari posisi akhir Juli yang sebesar Rp 579,12 miliar.
Meski demikian menurut Mirza, penguatan rupiah yang terjadi secara terus menerus tidak terlalu baik. Sebab, penguatan tersebut akan membuat kurs rupiah tidak kompetitif untuk kegiatan ekspor dalam negeri yang nantinya akan berdampak terhadap neraca perdagangan. "Karena kami ingin ekspor manufaktur meningkat sehingga likuiditas valas diserap BI," kata Mirza, Selasa (23/8).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News