Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Bank Indonesia akan terus menjaga kepercayaan pelaku pasar keuangan, meskipun saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sedang mengalami pelemahan akibat ketidakpastian kondisi ekonomi global.
"Kita akan menjaga 'confidence' ditengah-tengah situasi yang masih 'volatile', saya kita itu fokus kebijakan Bank Indonesia," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, Rabu (7/1).
Halim menjelaskan salah satu penyebab terjadinya pelemahan rupiah adalah karena para investor sedang khawatir dalam menanggapi kabar mengenai potensi keluarnya Yunani dari zona euro dan kondisi ini mempengaruhi beberapa mata uang dunia.
Tekanan eksternal itu membuat dolar AS menguat, namun seharusnya pelaku pasar tidak terlalu khawatir melihat perkembangan ekonomi terkini, karena fundamental perekonomian Indonesia dalam kondisi baik, setelah pemerintah menyesuaikan harga BBM.
"Ekonomi kita membaik, apalagi kalau kita lihat rencana pemerintah akan menggunakan subsidi yang lebih baik untuk mendorong ekonomi, itu akan membuat ruang agar ekonomi tumbuh lebih cepat," kata Halim.
Halim menambahkan Bank Indonesia terus memantau kondisi terkini serta melakukan upaya intervensi apabila volatilitas rupiah sudah terlalu tinggi dan jauh dari fundamentalnya, sebagai tindakan mencegah upaya spekulasi yang mungkin dapat terjadi.
"Kalau dari sisi 'supply and demand' kita tetap memantau dan saya kira Bank Indonesia melakukan upaya agar situasi temporer ini jangan membuat 'confidence' pasar memburuk," jelas Halim.
Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore, bergerak melemah sebesar 82 poin menjadi Rp12.727 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya sebesar Rp12.645 per dolar AS.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa mata uang rupiah kembali melemah terhadap dolar AS seiring investor lebih meminati mata uang Amerika Serikat karena relatif aman dalam menjaga nilai aset di tengah masih melambatnya perekonomian global.
"Di tengah fokus pasar terhadap hasil pertemuan Federal Reserve pada tanggal 16-17 Desember lalu yang rencananya akan di rilis pada Rabu (7/1) waktu Amerika Serikat, membuat investor cenderung melepas sebagian aset berisikonya dan memburu aset 'safe haven'," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News