Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menetapkan target indikatif sementara di awal dari penerbitan obligasi ritel berupa Saving Bond Ritel seri SBR003 secara elektronik (e-SBN) sebesar Rp 1 triliun. Target ini kemungkinan masih bisa berubah lebih besar lagi jika animo masyarakat lebih tinggi.
Meski demikian, Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Loto Srinaita Ginting masih belum memastikan apakah pihaknya akan mengubah target itu.
"(Perubahan target indikatif) masih menunggu masukan dari midis (mitra distribusi)," tambah dia. Hingga saat ini, pemerintah telah menggandeng sembilan mitra distribusi, antara lain Bank Mandiri, Bank Permata, BCA, Trimegah Sekuritas, dan Bareksa Portal Investasi.
Namun, ekonom melihat kemungkinan target indikatif itu bisa tercapai. Sebab, kupon yang diberikan merupakan kupon mengambang yang disesuaikan setiap tiga bulan dengan tingkat kupon minimal (floating with floor) dengan referensi BI 7 days Reverse Repo Rate. Adapun tingkat kupon awal akan ditetapkan tanggal 9 Mei nanti.
Ekonom Standard Chartered Bank Aldian Taloputra mengatakan, minat investor terhadap SBR003 tergantung kupon yang diberikan pemerintah. Investor lanjut dia, juga akan membandingkan dengan suku bunga deposito.
"Tapi saya rasa struktur bunga SBR yang floating cukup menarik kalau misalnya nanti trend suku bunga meningkat," kata Aldian kepada KONTAN, Minggu (6/5).
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual juga mengatakan, kupon mengambang akan menarik investor lantaran adanya tren peningkatan suku bunga ke depan walaupun patokannya masih Bi 7 days Reverse Repo Rate dan bukan suku bunga pasar.
"Bank sentral di dunia dalam tren pengetatan. Kalaumelihat tren inflasi, di semester kedua seharusnya ada peningkatan dari (suku bunga acuan) BI sekitar 25-50 basis points (bps)," kata David.
Selain itu, masyarakat memang akan membandingkan dengan bunga depsito, tetapi pemerintah dinilainya juga perlu menekankan bahwa pajak obligasi yang sebesar 20%, lebih tinggi dari pajak SBN yang sebesar 15%. Jika pemasaran pemerintah bagus, David meyakini target indikatif Rp 1 triliun bisa tercapai, bahkan lebih.
Menurut David, pemerintah ke depan harus membuat SBN yang mengarah pada investor institusional, khususnya investor asing. Sebab, penerbitan SBN yang memiliki ketentuan holding periode akan membnantu menjaga stabilitas rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News