Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Regulasi penetapan formula Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 masih belum diundangkan.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyebut hingga kini pembahasan Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi payung hukum penetapan UMP 2026 terus dibahas.
Yassierli bilang, sebab utama molornya pembahasan PP ini lantaran harus menyesuaikan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penentuan alfa.
"Ini yang kemudian butuhkan waktu dan karena ini akan menjadi norma ataupun panduan, maka kita ingin ada kajian terhadap KHL," kata Yassierli di Kantor Kemnaker, Rabu (26/11/2025).
Baca Juga: Skema Baru UMP 2026, Aspirasi: Kenaikan Wajar 10%-15% Asal KHL Tak Dimanipulasi
Satu yang pasti, pemerintah ingin penetapan UMP 2026 tidak dipukul rata seperti tahun 2025. Menurutnya ini bisa mengurangi disparitas upah antar wilayah.
"Yang jelas semangat kita satu bahwa kita sedang menyiapkan bukan satu angka (ketetapan UMP 2026)," ungkap Yassierli.
Selain itu, pemerintah dalam penetapan UMP 2026 juga ingin memperbesar kewenangan Dewan Pengupahan Daerah untung melakukan kajian dan mengusulkan kenaikan upah kepada kepala daerah.
Namun, hingga kini Yassierli belum mau membocorkan kapan payung hukum UMP 2026 ini rampung. Dia hanya menegakan PP ini akan diundangkan setelah mendapatkan tanda tangan dari Kepala Negara.
"Kita berharap, sebenarnya dari patokan jadwal tentu sebelum 31 Desember 2025 untuk ditetapkan Januari 2026. Jadi sekali lagi, karena kita sedang menyiapkan PP yang baru, sehingga tidak ada kemudian kita harus sesuai dengan PP yang lama," lanjut Yassierli.
Sebelumnya, Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengungkapkan dunia usaha telah menyampaikan pandangan berbasis data dan kondisi di lapangan. Dukungan Apindo kembali mengacu pada Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2023, yang telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Menurut Shinta, ada sejumlah prinsip penting yang harus dijaga, salah satunya terkait komponen nilai alfa dalam formula upah.
Baca Juga: UMP 2026 Segera Ditetapkan, Kemnaker Bocorkan Formula Ketetapan Upah
“Alfa ini harus dijaga dan tetap proporsional berdasarkan kondisi ekonomi, produktivitas daerah dan juga tingkat Kebutuhan Hidup Layak (KHL),” ungkap Shinta, dalam konferensi pers, Selasa (25/11/2025).
Shinta juga menyoroti kembali munculnya kewajiban penetapan upah sektoral dalam aturan terbaru. Menurutnya, penetapan upah minimum sektoral harus dilakukan secara ketat dan hanya pada sektor yang memenuhi kriteria sebagaimana ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi.
Selanjutnya, seluruh elemen perhitungan dalam kebijakan pengupahan, termasuk penghitungan KHL juga, harus merujuk pada data objektif dan valid, seperti data Susenas BPS, untuk memastikan transparansi dan akurasi kebijakan.
Selain menjaga iklim investasi, Apindo mengingatkan bahwa kebijakan upah memiliki keterkaitan langsung dengan penciptaan lapangan kerja. Saat ini porsi pekerja informal telah mencapai hampir 60%.
"Kita harus menjaga bahwa penciptaan lapangan pekerjaan ini jangan semakin menyusut," kata Shinta.
Selanjutnya: Harga Emas Antam Koreksi Setelah Reli, Momentum Penguatan Belum Berakhir
Menarik Dibaca: Promo Payday Bakmi GM sampai 30 November, Paket Bakmi Sultan & Minum Harga Spesial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













