Reporter: Tedy Gumilar, Ardian Taufik Gesuri, Herry Prasetyo, Mimi Silvia | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Sepekan pasca pemilihan umum legislatif (pileg), belum ada koalisi partai politik yang ketok palu kecuali Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dengan Partai NasDem. Peta koalisi menuju pemilihan presiden (pilpres), Juli nanti
masih kabur.
PDI Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai Gerindra yang mengantongi perolehan tiga suara terbanyak dalam pileg, 9 April lalu, versi hitung cepat lembaga survei, masih terus membangun koalisi dengan partai lain. Langkah ini demi mencapai ambang batas syarat pengajuan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) minimal 25% suara nasional dalam pileg alias presidential threshold.
Meski sudah berkongsi dengan NasDem, PDI Perjuangan terus mencari koalisi. Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sudah mereka dekati. Tapi, dengan Golkar sudah pasti tidak ada kata sepakat, sedang PKB belum ada keputusan. Pemenang pileg versi quick count ini pun merayu Partai Amanat Nasional (PAN). Tapi, Zulkifli Hasan, pentolan PAN, mengaku, belum ada deal dengan PDI Perjuangan.
Dalam pertemuan dengan Forum Pemred, Selasa (15/4) lalu, Joko Widodo, capres dari PDI Perjuangan, kembali menegaskan, dirinya ingin merangkul partai lain sebanyak-banyaknya. Namun, kerjasama tersebut tidak bakal diiringi bagi-bagi jatah kursi menteri.
Marwan Jafar, Ketua PKB, menyatakan, partainya tidak mempersoalkan tipe koalisi yang ingin dibangun PDI Perjuangan. “Koalisi itu tidak semata-mata power sharing. Tapi bisa berbasis program, visi, dan orientasi untuk pembangunan Indonesia,” imbuhnya.
Tapi, Jokowi bilang, tidak masalah kalau ternyata PDI Perjuangan gagal membangun koalisi dengan partai lain. “Kalaupun kerjasama dengan NasDem saja, saya kira sudah cukup, enggak ada masalah,” tegas Jokowi. Hasil hitung cepat, PDI Perjuangan memperoleh 18%-19% suara, sedang NasDem mendapat 6%-7% suara. Jumlah keduanya memang sudah cukup memenuhi syarat untuk bertarung di pilpres.
Sikap Jokowi seolah beriringan dengan Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Puan Maharani yang memberikan pernyataan: partainya siap mengajukan cawapres sendiri jika tidak ada lagi partai yang mau diajak bekerjasama.
Nama Jusuf Kalla disebut-sebut bakal menjadi calon kuat pendamping Jokowi di pilpres. Cuma, sumber Tabloid KONTAN di tubuh PDI Perjuangan, partai berlogo banteng moncong putih ini ingin cawapres dari kalangan militer. Kandidatnya adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat era pemerintahan Megawati Soekarnoputri Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI saat ini, Moeldoko.
Entah ada berkaitan dengan pencalonannya sebagai wapres atau tidak, awal April lalu Jokowi bertemu Moeldoko di Markas Besar TNI di Cilangkap. Usai seminar politik dan ekonomi bertajuk “Indonesia: The Next Chapter” yang menyandingkan Jokowi dan Moeldoko sebagai pembicara, Selasa (15/4) lalu, jenderal bintang empat itu menolak berkomentar soal namanya menjadi kandidat wakil presiden.
Eva Kusuma Sundari, politisi PDI Perjuangan, juga tidak bersedia menyebut nama cawapres yang tengah digodok partainya. Yang jelas, sampai saat ini PDI Perjuangan belum menetapkan cawapres untuk Jokowi.
Koalisi besar
Gerindra yang mengusung Prabowo Subianto sebagai capres juga gencar mencari dukungan partai lain. Dengan perolehan suara hanya 11% berdasar hitung cepat, Gerindra mesti merangkul lebih banyak partai untuk memenuhi syarat presidential threshold. Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Gerindra, bilang, partainya berniat merangkul partai lain dalam sebuah koalisi tenda besar.
Sampai tulisan ini naik cetak, Gerindra masih melakukan penjajakan koalisi antarpartai. Meski begitu, mereka sudah menggodok beberapa nama cawapres. “Ya, masih komunikasi politik dan butuh pendalaman,” ujar Fadli.
Salah satu partai yang hendak Gerindra rangkul adalah PAN. Zulkifli mengaku ia telah bertemu dengan Fadli, Rabu (16/4). Cuma belum ada keputusan untuk berkoalisi termasuk mengusung duet Prabowo-Hatta Rajasa. “Semua masih dalam pembicaraan,” kata dia.
Ada kabar Gerindra juga mendekati Partai Demokrat. Dari situ keluarlah nama Pramono Edhie Wibowo dan Gita Wirjawan sebagai cawapres untuk mendampingi Prabowo.
Golkar tetap mantap menyodorkan Aburizal Bakrie (ARB) alias Ical sebagai capres. Keputusan ini lahir dalam rapat Dewan Pertimbangan Golkar, Rabu (16/4) malam, sekaligus menjawab isu yang beredar partai berlambang pohon beringin ini akan mengevaluasi pencalonan Ical. “Soal cawapres masih dibahas,” kata Luhut Pandjaitan, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Golkar.
Golkar sendiri sampai kini masih menjajaki koalisi dengan partai lain. Namun, belum ada yang menyangkut satu pun. Cuma yang sudah hampir ketok palu adalah berkongsi dengan Partai Hanura. Maklum, Wiranto, Ketua Umum Hanura, dulunya kader Golkar dan menjadi capres Golkar dalam Pilpres 2004. Hubungan harmonis ini berlanjut ke Pilpres 2009, Golkar dan Hanura bersekutu mengusung Jusuf Kalla-Wiranto. “Mungkin saja duet ARB-Wiranto. Tapi mungkin juga dengan yang lain,” kata Harry Azhar Azis, politikus Golkar.
Dari kabar yang berembus, cawapres lain itu adalah Pramono Edhie Wibowo. Golkar juga menjajaki koalisi dengan Partai Demokrat. Duet ARB-Hatta Rajasa juga terbuka. “Asalkan Hatta didukung Partai Demokrat,” imbuh Harry. Partai Demokrat kabarnya berkoalisi dengan PAN dan menyodorkan nama Hatta sebagai cawapres.
Koalisi partai memang semakin mengerucut, tapi tetap bisa berubah di tengah jalan.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 30 - XVIII, 2014 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News