Reporter: Ghina Ghaliya Quddus, Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih seumur jagung, aturan keterbukaan data nasabah digugat. Hari ini, Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana uji materi (judicial review) atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Sebagai catatan, Perppu Keterbukaan Informasi Keuangan untuk Perpajakan sudah ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 9/2017 pada Juli 2017. Aturan ini menjadi syarat Indonesia mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau Automatic Exchange of Financial Account Information (AEoI).
Adalah dosen Universitas Indonesia (UI) E. Fernando M. Manullang yang mengajukan gugatan tersebut. Alasannya: pertama, pemerintah keliru menjadikan Perppu sebagai bagian dari hasil persetujuan Indonesia terhadap konvensi internasional atas pertukaran data keuangan antar negara.
Menurut dia, mestinya hasil konvensi internasional dituangkan dalam Undang-Undang (UU) melalui proses ratifikasi. "Proses ratifikasi konvensi internasional tentang perpajakan yang ditetapkan melalui perppu menimbulkan kecurigaan, apakah isi perppu tersebut sesuai dengan hasil konvensi internasional atau tidak," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (1/11).
Kedua, isi konvensi internasional dengan Perppu ini nyatanya berbeda. Menurut Fernando, konvensi internasional secara fundamental hanya mengatur keterbukaan informasi yang terkait dengan perpajakan adalah pembukaan rekening warga negara tertentu yang ada di luar negeri.
Namun, Perppu ini justru tidak tegas mengatur ketentuan konvensi internasional ini. Malah, Perppu memberi kewenangan tambahan kepada otoritas perpajakan untuk membuka seluruh rekening nasabah, termasuk mereka yang ada di dalam negeri.
Meskirinya, Ditjen Pajak tak berhak membuka data rekening nasabah karena berdasarkan UU Perbankan, hanya Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia sebagai pembantu presiden langsung yang bisa melakukannya. "Saya menilai, ketentuan dalam Perppu ini bertentangan dengan Pasal 28G UUD 1945 terkait perlindungan atas pengakuan, jaminan, dan kepastian hukum yang adil," ujarnya.
Atas gugatan ini Direktur Peraturan Perpajakan I. Arif Yanuar mengaku akan mempelajarinya. Apalagi, menurutnya Perppu ini, sudah ditetapkan menjadi UU. Dengan begitu, gugatan bisa saja sudah tidak memenuhi secara formil. "Jika dianggap tidak memenuhi syarat formil bisa dinyatakan gugur," imbuh Direktur Peraturan Perpajakan II Yunirwansyah.
Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, Perppu No. 1/2017 telah mempertimbangkan semua aspek yang menjadi dasar gugatan. Alhasil, "Kami ikuti saja prosesnya," kata Hestu yakin.
Poin-Poin Uji Materi Perppu Nomor 1 Tahun 2017
Perppu 1 Tahun 2017 telah menjadi UU Nomor 9 Tahun 2017.
1. Pembuat undang-undang mengesah kan Perppu 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Perppu Pajak) atas dasar kegentingan yang memaksa.
2. Alasan kegentingan yang memaksa menurut Putusan MK No. 138/PUUVII/2009, itu salah satunya, terjadinya kekosongan hukum karena akibat persetujuan Republik Indonesia terhadap Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters as amended by the Protocol amending the Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters. Ini adalah suatu konvensi yang dipromosikan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
3. Klaim keliru, karena soal pembukaan rekening bank di dalam negeri berkaitan dengan urusan pajak telah diatur oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.010/2015 tentang Perubahan atas PMK No. 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi.
4. Kekeliruan lainnya, konvensi internasional itu seharusnya disahkan ke dalam suatu undang-undang melalui proses ratifikasi.
5. Penetapan konvensi internasional tanpa melalui proses ratifkasi mengundang pertanyaan: Apakah isi Perppu Pajak itu sungguh-sungguh sesuai dengan isi konvensi internasional tersebut?
6. Konvensi internasional secara fundamental mengatur keterbukaan informasi yang terkait dengan perpajakan itu adalah pembukaan rekening warga negara tertentu yang ada di luar negeri. Contohnya, seorang WNI memiliki rekening di negara asing, pemerintah berdasarkan konvensi internasional dapat meminta pemerintah negara asing membuka rekening si WNI.
7. Perppu Pajak ini tak mengatur secara tegas apakah berlingkup trans-nasional atau intra-nasional. Perppu malah dapat ditafsirkan memberikan kewenangan tambahan kepada otoritas pemerintahan untuk membuka seluruh rekening yang ada di dalam negeri.
8. Pengaturan Perppu yang tak sesuai dengan konvensi internasional ini inkonstitusional, karena bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945 mengenai perlindungan yang memberikan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan Pasal 28G UUD 1945 yang memberikan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan.
Sumber: Berkas gugatan uji materi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News