Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi belanja perpajakan di tahun 2019 mencapai Rp 250 triliun. Pencapaian tersebut terus meningkat dan diramal bakal berlanjut di tahun ini sejalan dengan dampak ekonomi akibat pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, tahun lalu realisasi belanja perpajakan atau tax expenditure lebih dari Rp 250 triliun guna menjaga pertumbuhan ekonomi di tahun lalu.
Hal tersebut mengingat efek domino dari perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang berlangsung di sepanjang 2019. Sehingga, dengan tax expenditure, ekonomi bakal cepat tumbuh dengan hasil yang diharapkan penerimaan perpajakan kembali naik.
Baca Juga: Persetujuan penghindaran pajak berganda dapat menjadi pemanis untuk investasi asing
“Itu Rp 250 triliun sangat besar dan kita harus evaluasi pengeluaran perpajakan sebesar itu dampaknya apa terhadap perekonomian baru dianalisis. Ini (tax expenditure) banyak untuk masyarakat, lalu untuk sektoral, kami akan analisis tahun lalu sebagai gambaran tahun ini,” kata Febrio dalam konferensi pers via daring, Jumat (24/7).
Febrio menyampaikan BKF akan menggunakan data perpajakan di tahun lalu dalam menentukan arah kebijakan penggunaan tax expenditure 2020. Yang pasti, belanja pajak yang biasanya tertuang dalam insentif fiskal diberikan guna mendukung dunia usaha, yang bisa minciptakan efek berkelanjutan menambah lapangan kerja.
Berdasarkan catatan Kemenkeu, realisasi belanja perpajakan tahun 2019 tumbuh 13,12% year on year (yoy) dari posisi akhir tahun sebelumnya sebesar Rp 221,1 triliun. Realisasi belanja perpajakan, setidaknya terus mengalami peningkatan sejak 2016 sebesar Rp 192,6 triliun, dan tahun 2017 senilai Rp 196,8 triliun.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu Pande Putu Oka menambahkan, di tahun ini belanja perpajakan bakal semakin tebal karena serenteng insentif fiskal yang diberikan kepada wajib pajak dalam rangga penanggulangan dampak ekonomi karena pandemi.
Baca Juga: Catat! Per 1 Agustus 2020, PKP wajib lapor PPh 23/26 lewat e-Bupot 23/26
Dari insentif perpajakan di program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Pande menyebutkan setidaknya dua pos insentif pajak penghasilan (PPh) Badan bakal dibubukan dalam belanja perpajakan.
Pertama, belanja perpajakan sebesar Rp 14,4 triliun dalam rangka pengurangan angsuran PPh Pasal 21 sebesar 30%. Kedua, senilai Rp 20 triliun sebagai konsekuensi dari penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% di tahun ini.
Ketiga, belanja pajak sebesar Rp 14,75 trilun untuk insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor. Selain itu, relaksasi pajak-pajak atas impor alat kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19.
Sementara, Pande bilang, tahun ini jumlah terbesar belanja perpajakan kemungkinan akan tetap berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) seperti tahun-tahun sebelumnya. Dalam hal ini, belanja PPN berasal dari pengecualian kewajiban pengusaha kecil untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memungut PPN.
Selain itu, pengecualian pengenaan PPN atas barang dan jasa tertentu yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, seperti bahan kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan.
“Kami terus melakukan evaluasi dan validasi belanja perpajakan. Ke depan kita lihat bagaimana, bisa sama dan bisa berbeda, tapi kita tetap punya estimasi,” kata Pande dalam konferensi pers via daring, Jumat (24/7).
Baca Juga: Mulai 17 Agustus, UMKM bisa bikin NPWP di 4 bank BUMN ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News