Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty dapat menjadi pemanis untuk investasi asing atawa foreign direct investment (FDI) di Indonesia.
Teranyar, Indonesia telah meratifikasi tax treaty dengan Kamboja. P3B itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2020 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Kamboja Untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang Berkenaan dengan Pajak-Pajak atas Penghasilan.
Baca Juga: Ada insentif pajak, asuransi umum berharap bisa perbaiki cash flow
P3B Indonesia-Kamboja ini memperkuat tax treaty, Indonesia dengan kelompok negara Asosiasion of Southeast Asian Nations (ASEAN) lainnya. Setelah sebelumnya P3B yang berlaku efektif mencakup tujuh negara antara lain Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Laos, Vietnam, dan Brunei.
Pengamat Pajak CITA, Fajry Akbar, menilai dalam era globalisasi, berbagai negara mengenal istilah global value chain (GVC), jadi proses produksi melibat beberapa negara regional.
Fajry memberikan contoh, misalnya idustri mobil di Indonesia. Mesin mobil buatan Thailand, kerangka mobil buatan indonesia, sedangan interior dari Malaysia. Rantai produksi tersebut, juga berlaku untuk hubungan dagang Indonesia-Kamboja.
Baca Juga: Begini rincian stimulus kredit UMKM dari pemerintah dalam program pemulihan ekonomi
Dalam hal ini, fungsi P3B adalah memastikan investor agar tidak kena pajak berganda. Sebab, bila tidak akan menghambat rantai GVC.
“Nah inilah pentingnya perjanjian pajak berganda dengan negara ASEAN. Jadi bukan Kamboja saja. Karena GVC inikan melibatkan negara satu regional, untuk itu perlu P3B dengan negara yang satu regional. Dalam hal Indonesia adalah ASEAN,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (23/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News