Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank Mandiri memperkirakan Neraca Transaksi Berjalan pada tahun ini mencetak defisit di kisaran 0,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, juga berpotensi mencetak surplus di kisaran 0,1% dari PDB.
“Kami memperkirakan Neraca Transaksi Berjalan di 2021 berada di kisaran -0,2% hingga 0,1% PDB,” jelas ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman kepada Kontan.co.id, Kamis (28/10).
Faisal bilang, pergerakan ini seiring dengan potensi surplus Neraca Transaksi Berjalan pada kuartal III 2021, sebesar 1% PDB. Potensi surplus tersebut tak lepas dari perkembangan perdagangan pada kuartal III 2021 yang membukukan surplus yang cukup jumbo.
Surplus yang ditopang tingginya nilai ekspor ini juga dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas, termasuk komoditas andalan Indonesia, yang tentu saja menjadi berkah bagi negeri.
Baca Juga: Ekonom Bank Permata perkirakan CAD 2022 di kisaran 0% - 0,5% dari PDB
Faisal memperkirakan tren tingginya harga komoditas ini akan berlanjut bahkan hingga akhir 2021, seiring dengan krisis energi di beberapa negara dan juga peningkatan pemulihan ekonomi global. “Sehingga, ini akan mendukung kinerja ekspor Indonesia selama beberapa waktu ke depan,” tambahnya.
Dengan pergerakan CAD tersebut, Faisal memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.177 per dolar Amerika Serikat (AS). Ke depan, Faisal memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) di 2022 akan berada dikiaran 2,15% PDB.
Ini seiring dengan pemulihan ekonomi yang berlanjut sehingga menaikkan impor yang kemungkinan menurunkan keuntungan neraca perdagangan.
Seiring dengan pelebaran CAD pada tahun depan, Faisal melihat adanya potensi pelemahan nilai tukar rupiah. Ia pun memperkirakan, nilai tukar rupiah pada 2022 bergerak di kisaran Rp 14.388 per dollar AS.
“Selain ada pelebaran CAD, ini juga didorong oleh dampak tapering bank sentral AS,” jelasnya.
Namun, Faisal tetap optimistis ada peluang aliran modal asing yang masuk terutama di Foreign Direct Investment (FDI), karena adanya reformasi struktural dan reformasi perpajakan.
Selanjutnya: Pendapatan melejit 671,1%, simak kinerja Itama Ranoraya (IRRA) hingga kuartal ketiga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News