Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, solar bersubsidi, dan pertamax pada akhir pekan lalu. Presiden Joko Widodo mengakui, penyesuaian subsidi BBM yang sudah diumumkan akan berimbas pada inflasi. Menurut perhitungan para menteri, penyesuaian harga BBM ini akan menambah inflasi sekitar 1,8%.
Meski inflasi yang terjadi ini memang memberikan beban tambahan bagi masyarakat, tetapi nampaknya ada manfaat dan mudarat peningkatan BBM terhadap perekonomian. Pasalnya, dengan inflasi tersebut, artinya ada kemungkinan omzet perdagangan barang dan jasa Indonesia kemudian naik.
"Karena yang paling menentukan itu adalah faktor kepercayaan konsumen masih kuat atau tidak. Sejauh ini, terlihat kepercayaan masyarakat masih kuat untuk melakukan konsumsi. Dalam artian, masih ada peningkatan permintaan akan barang maupun jasa," tutur David kepada Kontan.co.id, Minggu (11/9).
Baca Juga: Pertebal Bansos Agar Daya Beli Tidak Keropos
Menurut David, bila permintaan masyarakat ini meningkat, maka perusahaan penyedia barang maupun jasa akan terus melakukan ekspansi. Dengan demikian, ada potensi penambahan nilai keekonomian. Sayangnya, David belum memiliki hitungan lebih lanjut terkait hal ini.
Plus, ekspansi yang dilakukan oleh perusahaan ini bermuara pada penambahan kredit modal kerja. Menurut hitungan David, pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2022 bisa mencapai sekitar 12% secara tahunan atau year on year (YoY) hingga 14% YoY.
Lebih lanjut, dari perhitungan David sendiri, peningkatan harga BBM ini berpotensi membawa inflasi di akhir tahun 2022 untuk berada di kisaran 7% YoY, atau jauh lebih tinggi dari batas atas yang ditetapkan BI dan pemerintah, yaitu 4% YoY.
Meski inflasi meningkat, David meyakini keyakinan masyarakat tidak akan tergerus signifikan. Bila mengacu pada data BI, keyakinan masyarakat diukur dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Nah, menurut David, keyakinan masyarakat tidak akan jatuh ke level pesimistis atau indeks di bawah 100.
Dengan demikian, konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi diharapkan masih mampu tumbuh di kisaran level yang dicita-citakan oleh pemerintah.
Baca Juga: Kinerja Penjualan Eceran Berpotensi Tertekan Akibat Kenaikan Harga BBM
Agak berbeda dengan David, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengungkapkan, kenaikan inflasi belum tentu memberikan peningkatan omzet perekonomian dalam negeri. Pasalnya, Riefky memandang ada potensi penurunan permintaan masyarakat.
"Ada potensi penurunan permintaan dengan naiknya harga. Jadi, meskipun memang omzet kemudian meningkat, tetapi kuantitas permintaan menurun. Sehingga bisa dibilang omzetnya tetap," jelas Riefky.
Riefky menambahkan, peningkatan omzet juga tak bisa dipukul rata untuk terjadi di semua industri barang maupun jasa. Ini amat bergantung dari jenis industri dan produknya itu sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News