kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.395.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Begini Kata Analis soal Upaya Pemerintah Turunkan Harga Obat dan Alkes


Kamis, 04 Juli 2024 / 19:54 WIB
Begini Kata Analis soal Upaya Pemerintah Turunkan Harga Obat dan Alkes
ILUSTRASI. Ilustrasi. Analis menyebut upaya Pemerintah turunkan harga obat dan alkes berdampak positif dan negatif.


Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan tengah berupaya untuk menurunkan Harga obat dan alat Kesehatan. Hal itu jelas akan berdampak pada sejumlah emiten di sektor Kesehatan seperti farmasi hingga rumah sakit.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo melihat kebijakan pemerintah yang kan menurunkan Harga obat dan alat keehatan dapat dipandang dari dua sisi. Artinya hal itu bisa berdampak positif maupun negatif. 

"Positifnya adalah peningkatan bahan baku lokal bisa ditingkatkan dan pengaturan pada harga obat, alat kesehatan serta biaya rumah sakit ini juga bisa memudahkan masayarakat khususnya pada middle low untuk berobat," jelas Azis pada Kontan, Kamis (4/7). 

Tetapi jika dilihat dari sisi perusahaan menurut Azis hal itu berpotensi memangkas margin jika biaya produksi ternyata tidak bisa ditekan. Hal itu karena berdasarkan pernyataan dari GPFI yang mengatakan harga BBO lokal lebih mahal dibanding impor.

Baca Juga: Bergantung Barang Impor, Harga Obat-obatan dan Alat Kesehatan Menjadi Mahal

"Jadi hal ini juga perlu menjadi perhatian oleh pemerintah supaya perusahaan yang terdampak juga bisa menjaga marginnya," ujarnya.

Meski begitu, sejauh ini Azis masih belum bisa menakar mana emiten yang diuntungkan atau dirugikan dari kebijakan tersebut. Hal itu karena jika biaya produksi tidak bisa ditekan maka dapat menjadi dampak negatif bagi perusahaan yang terdampak seperti emiten farmasi dan rumah sakit. Tetapi jika biaya produksi ataupun operasional dapat ditekan maka akan bedampak positif bagi emiten tersebut.

"Kami menilai sektor kesehatan masih bisa mencatatkan pertumbuhan pada sisi top line khususnya pada perusahaan rumah sakit dan untuk farmasi kami lebih memperhatikan KLBF," ucapnya. 

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat kebijakan pemerintah untuk menekan Harga obat dan alat kesehatan sejatinya adalah kebijakan yang bagus. Meski begitu menurutnya kebijakan tersebut sulit untuk diterapkan.

"Karena selama ini kan pendapatan dokter juga cukup besar dari industri obat," ujar Budi.

Menurut Budi jika ingin menerapkan kebijakan tersebut selain mengurangi biaya produksi dengan menggunakan bahan-bahan dari dalam negeri, juga bisa dengan memangkas komisi dan fasilitas dokter.

"Kebijakan itu mungkin bisa diikuti dengan memangkas  biaya konsultasi dokter special dan komisi dari rekomendasi obat," ucapnya.

Selain itu agar tidak terlalu merugikan emiten di sektor Kesehatan Budi mengatakan pemerintah dapat memberikan insentif perpajakan. Sehingga tidak akan menurunkan margin perushaan. Menurutnya jika tidak dikiuti dengan adanya insentif perpajakan maka hal itu akan menjadi dampak negative bagi para emiten di sektor Kesehatan. 

"Kalau dari emiten farmasi, yang masih murah dan terus bertumbuh adalah Tempo Scan Pacific  (TSPC)," kata Budi.

Melihat hal tersebut, Azis merekomendasikan untuk buy pada PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) dengan target Harga Rp 3.020 dan buy PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dengan target Harga Rp 1.650 

Baca Juga: Didominasi Produk Impor, RS Universitas Indonesia Dorong Produksi Alkes Sendiri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×