Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
Saran ini juga berlaku bagi perusahaan yang belum terbuka (Tbk) sepanjang WP yang diberikan relaksasi mampu memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Tetapi, penerima insentif harus lewat klasifikasi yang WP patuh yang bisa dinilai dari data compliance risk management (CRM).
Omnibus Law Perpajakan yang tertuang dalam beleid Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian ini memasukan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Kedua, Darussalam mengusulkan agar pemerintah pusat mengambil alih pajak daerah berupa pajak restoran, hotel, parkir, dan hiburan. Sebab selama ini pemerintah daerah dirasa kurang mampu menggali potensi penerimaan pajak tersebut.
Sementara, bila dipindah tangan ke pemerintah pusat, pungutan daerah itu dirasa bisa lebih optimal karena Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih kompeten.
Ketiga, transaksi digital ekonomi yang meliputi perdagangan di e-commerce. Sebelumnya DJP hanya mengatur pajak perusahaan over the top (OTP).
Darussalam bilang poin e-commerce masuk dalam klaster keadilan pengenaan pajak di Omnibus Law Perpajakan. Dimana pemerintah saat ini masih menunggu konsensus global oleh Organization for Economic Co-Ordination Development (OECD) pada pertengahan tahun 2020.
Baca Juga: Nantikan omnibus law perpajakan, Apindo: Aspek non-perpajakan juga harus sejalan
Sambil menunggu konsesus OECD, Darussalam menyampaikan pemerintah jangan hanya mewajibkan perusahaan digital sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) saja, tapi juga memberi kontribusi Pajak Penghasilan (PPh).
“Menurut saya skema PPh harus masuk dalam Omnibus Law Perpajakan saat ini, karena untuk level playing field karena ada sumber penerimaan dari Indonesia,” kata Darussalam.
Dari sisi e-commerce, Darussalam menilai ada dua kepentingan pemerintah dalam Omnibus Law Perpajakan yanki meningkatkan penerimaan pajak dan kepentingan data. Menurutnya, upaya pengumpulan data merupakan ekstensifikasi dari DJP. Sebab, kuantitas dan kualitas data menjadi permasalahan utama selama ini.
Tapi, Darussalam menilai e-commerce tidak musti mendapatkan insentif lantaran bila memberikan data transaksi pelapak. Sebab, untuk menyamakan aturan perpajakan baik perdagangan online maupun konvensional.