Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lesunya perdagangan internasional menyebabkan realisasi kepabeanan, khususnya bea masuk sebagai basis perpajakan barang impor lunglai. Terlebih, perekonomian China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia belum membaik.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Dirjen) Bea Cukai realisasi bea masuk dari awal tahun sampai dengan 11 Februari 2020 sebesar Rp 3,88 triliun atau setara 9,70% dari target yang ditetapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020). Namun, pencapaian ini koreksi 3,5% atau sekitar Rp 140,69 miliar di periode sama tahun 2019.
Direktur Kepabenan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Syarif Hidayat mengatakan secara tren, ketika tahun baru China atau Imlek berlangsung impor barang dari China akan melambat dibanding periode biasa. Karenanya, sebagian aktivitas industri Negeri Tirai Bambu diliburkan atau produksi dikurangi.
Baca Juga: Ditjen Bea dan Cukai gelar rapat kordinasi untuk antisipasi virus corona
“Tanggal 25 Januari itu kan Imlek, dua minggu sebelum dan setelahnya pasti turun. Ini siklus begitu, apalagi ekonomi China masih melambat, sehingga perdagangan menurun,” ungkap Syarif kepada Kontan.co.id, Minggu (16/2).
Syarif menyampaikan turunnya impor China tidak serta-merta mengganggu industri dalam negeri, sebab biasanya jelan Imlek stock bahan baku sudah dipersiapkan.
Di sisi lain, Syarif memandang dampak virus corona perlu diwaspadai. Sebab, pada akhir bulan Maret biasanya industri dalam negeri mulai mencari bahan baku dari China.
Adapun secara umum, rata-rata impor barang dari China merupakan barang konsumsi seperti makanan dan minuman, hingga bahan baku. Nah, Kekhawatiran Bea Cukai, sudah berlangsung di Korea Selatan yang juga mitra dagang China.
Baca Juga: Libur Imlek dan Virus Corona Menjepit Kinerja Ekspor Impor RI
Syafir bilang, karena virus corona aktivitas pabrik Hyundai di Negeri Gingseng berhenti akibat kekurangan bahan baku.