Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJCB) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memperketat nilai maksimum pembebasan bea masuk jasa pengiriman. Ini dirancang untuk menekan praktik curang menghindari bea masuk.
Berdasarkan sumber Kontan.co.id di Kemenkeu, tarif pembebasan bea masuk dalam pengiriman barang impor untuk perorangan yang dilakukan melalui Pos dan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) atawa perusahaan jasa pengiriman barang yang saat ini sebesar US$ 75 untuk setiap orang perpengiriman akan dipangkas menjadi US$ 50.
Baca Juga: Setoran pajak kurang Rp 441 triliun, pemerintah kejar setoran di dua minggu terakhir
“Masih dibahas level teknis,” kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (12/12).
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, pihaknya belum bisa mengonfirmasi hal tersebut. Yang jelas saat ini bea cukai tengah mendiskusikan aturan bea masuk jasa pengiriman dengan seluruh pemangku kepentingan. “Sedang dianalisa, nanti dipelajari masukan-masukan dari asosiasi,” kata Heru, Kamis (12/12).
Ketentuan mengenai impor barang kiriman ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No 112/PMK.04/2018 Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman. Dalam hal nilai pabean melebihi batas pembebasan bea masuk, maka barang kiriman dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor dengan dasar nilai pabean.
Baca Juga: Jastip Curang, Batas Bebas Bea Kiriman Barang Impor dipangkas Jadi US$ 50 premium
Namun demikian, PMK No. 112/2018 masih bisa disiasati oleh para importir bandel atau yang saat ini akrab disebut proses bisnis Jasa Titipan (Jastip) dengan modus memecah barang pemesanan atau splitting. Dengan praktik ini nilai barang Jastip dipecah di bawah batas pembebasan bea masuk.
Padahal bila terindikasi sebagai barang impor di luar batas bea masuk, mereka diwajibkan untuk membayar biaya administratif yang meliputi tarif bea masuk sebesar 10%, Pajak Penambahan Nilai 10%, PPh 22 impor 2,5-22,5%, dan PPnBM hingga 50% dari nilai barang.
DJBC menyinyalir sistem pemasukan barang Jastip salah satunya berasal dari jasa barang kiriman dengan sistem pemasaran melalui e-commerce, media sosial, bahkan grup aplikasi berbasis pesan elektronik.
Baca Juga: Sistem perlindungan sosial usulan Bank Dunia butuh anggaran hingga 2,3% PDB Indonesia