Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Otoritas mengindikasi sekitar 75% kasus jastip didominasi barang-barang berupa pakaian, berikutnya kosmetik, tas, sepatu, hingga skin care, dan barang-barang bernilai tinggi lainnya. Adapun barang jasa titipan antara lain berasal dari Bangkok, Singapura, Hongkong, Guangzhou, Abu Dhabi, dan Australia.
Data Bank Indonesia (BI) per akhir Oktober 2019 menunjukan dalam transaksi di e-commerce hanya ada 6%-7% transaksi produk lokal. Artinya sekitar 94% diantaranya adalah barang impor.
Angka tersebut berasal dari lima e-commerce besar yang sudah diawasi, antara lain Lazada, Shopee, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka. Menurut BI, lima e-commerce tersebut sudah bisa mewakili 80% e-commerce yang ada di Indonesia.
Di sisi lain, sebagai gambaran data Kepabeanan menunjukan sejak awal tahun ini sampai dengan 9 Desember 2019 total Barang Hasil Penindakan (BHP) impor selundupan mencapai 11.444 barang. Jumlah itu diperkirakan merugikan negara setara dengan Rp 3,804 triliun.
Baca Juga: Roadmap industri hasil tembakau dinilai penting untuk amankan investasi
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menganggap baik adanya rencana penurunan tarif bea basuk jasa pengiriman. Dia berharap pemerintah dapat menurunkan tarif sekecil-kecilnya dengan terlebih dahulu meninjau jenis dan nilai barang dari prilaku penyimpangan impor itu.
“Ini bagus untuk meningkatkan penjualan produk dalam negeri sehingga lebih kompetitif,” kata Ignatius kepada Kontan.co.id, Kamis (12/12).
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengaku sudah berdikusi dengan pemerintah. Pihaknya menganggap adanya penurunan tarif maksimal bea masuk ini memberikan dampak positif atas konsumsi barang-barang ritel lokal. Besaran tarif US$ 50 untuk setiap orang pengiriman dinilai sudah cukup efektif menurunkan barang impor ilegal.
Baca Juga: Garuda berhentikan eks direksi Garuda dari komisaris anak, cucu, dan cicit Garuda
Roy berharap pemerintah dapat menurunkan tarif batas bea masuk itu secara bertahap dengan pertimbangan dan perencanaan yang matang.
“Harus ada evaluasi berkala dari bea cukai dan Kemenkeu atas tren barang-barang apa saja yang menyalahi aturan kepabeanan, tentu dengan mengundang pelaku usaha dan akademisi. Kemudian dicocokan dengan produk unggul lokal sehingga tarifnya bisa disesuaikan,” kata Roy kepada Kontan.co.id, Kamis (12/12).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News