Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah menegah 2.194 kontainer berisi impor limbah plastik yang tercampur sampah dan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Dari data tersebut 882 kontainer dilakukan penegahan bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menuturkan sebanyak 536 kontainer sudah diputuskan proses, 584 masih tercampur, 10 kontainer masih dalam proses, dan sudah dilakukan reekspor sebanyak 374. Saat ini masih ada 1064 kontainer masih ada di area pelabuhan.
Baca Juga: CIPS: Serapan tenaga kerja turun, pemerintah perlu tingkatkan kebijakan pro investasi
"Negara asalnya banyak, reekspor kita kembalilkan ke negara pengirim," kata Heru saat Update Penanangan Impor dan Reekspor Limbah di Press Room Kemenkeu, Kamis (31/10).
Bea Cukai lebih lanjut menjelaskan keseluruhan 374 kontainer yang sudah direekspor dan 210 kontainer yang masih dalam proses reekspor itu datang dari berbagai negara yaitu Perancis, Jerman, Belanda, Slovenia, Belgia, Inggris, Selandia Baru, Australia, Amerika, Spanyol, Kanada, Hong Kong, dan Jepang.
Dirincikan Heru, dari 2.194 kontainer yang dilakukan penegahan berada di Pelabuhan Tanjung Perak, Batam, Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Priok dan Tangerang.
Sebanyak 374 kontainer yang sudah direekspor terdiri dari di Pelabuhan Tanjung Perak 257 kontainer berisikan sampah telah di reekspor; di Batam ada 92 kontainer; Pelabuhan Tanjung Priok 2 kontainer telah direekspor; di Tangerang ada 23 kontainer di reekspor.
Baca Juga: Simplifikasi tarif cukai rokok tidak berlanjut, ini alasan Kemenkeu
"Sedangkan di Pelabuhan Tanjung Emas ada sembilan kontainer masuk semua dianggap bersih," sambung Heru.
Mengenai kabar bahwa ada beberapa kontainer yang direekspor berada di negara lain di Asia, Heru menanggapi bahwa dokumen reekspor kontainer tersebut seluruhnya adalah ke negara asal.
"Sudah kita lacak, posisinya sedang kita monitor. Dokumen ekspornya eksplisit menyatakan tujuannya adalah negara asal. Dalam pemantauan kita memang posisi belom sampe Amerika dan Jerman, masih ada sebagian di Singapura, Malaysia, Thailand kita akan terus monitoring pergerakan kontainer ini," katanya.
Dokumen reekspor atas nama PT MSE tertulis negara tujuan reekspor adalah Amerika Serikat yang merupakan negara asal barang. Sebanyak 38 kontainer yang terdiri dari 15 kontainer ke JC Horizon Ltd., US LGB/Long Beach, 10 kontainer ke JC Horizon Ltd., USSEA/Seattle, dan 13 kontainer ke Ekman Recycling USBAL/Baltimore.
Dokumen reekspor atas nama PT SM tertulis negara tujuan reekspor adalah Jerman yang merupakan negara asal barang, sebanyak 20 kontainer ke Melosch Export GMBH,
Deham/Hamburg. "Pemerintah Indonesia tidak pernah merekomendasikan atau menerbitkan surat persetujuan reekspor limbah yang terkontaminasi B3 asal Amerika Serikat ke negara Asia lainnya," jelas Heru.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati menambahkan KLHK akan melakukan penindakan tegas perusahaan yang melakukan impor sampah yang tercampur limbah B3 dan tidak melakukan reekspor.
Baca Juga: Kemenkeu pastikan peta jalan simplifikasi tarif cukai rokok tidak berlanjut
Vivien menerangkan bahwa tindakan memerintahkan reekspor memang tidak berdasarkan G to G, melainkan B to B. Pemerintah Indonesia itu sudah secara tegas menolak adanya impor bahan baku scrap plastik dan scrap kertas yang disusupi oleh limbah B3, limbah ataupun sampah.
Dalam hal ini Bea Cukai berkoordinasi dengan KLHK terkait rekomendasi apakah kontainer tersebut tercampur dengan sampah atau limbah b3 dan sampah.
"Ketika pelaksanaan reekspor tersebut ada penemuan bahwa tidak berjalan dengan baik maka yang bisa ditindak lanjuti adalah mekanisme Konferensi Basel yaitu perpindahan lintas batas limbah B3 yang sudah beroperasi," jelas Vivien.
Kembali dijelaskan Heru bahwa pemerintah melalui Bea Cukai akan terus memonitor laju kontainer yang dilakukan reekspor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News