kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.478.000   -4.000   -0,27%
  • USD/IDR 15.689   -199,00   -1,28%
  • IDX 7.500   4,04   0,05%
  • KOMPAS100 1.164   2,85   0,25%
  • LQ45 928   -2,21   -0,24%
  • ISSI 226   1,20   0,53%
  • IDX30 478   -1,94   -0,40%
  • IDXHIDIV20 574   -2,42   -0,42%
  • IDX80 132   0,11   0,08%
  • IDXV30 142   0,35   0,24%
  • IDXQ30 160   -0,44   -0,28%

BBM turun, inflasi masih mengancam


Jumat, 02 Januari 2015 / 07:55 WIB
BBM turun, inflasi masih mengancam
ILUSTRASI. 6 Efek Bertengkar di Depan Anak yang Wajib Orang Tua Tahu.


Reporter: Adi Wikanto, Agustinus Beo Da Costa, Benedictus Bina Naratama, Jane Aprilyani | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Membuka tahun 2015, pemerintah membuat gebrakan, yakni menurunkan harga premium Rp 900 menjadi Rp 7.600 per liter. Adapun solar turun Rp 250 menjadi Rp 7.250 per liter. Kebijakan ini diikuti dengan penghapusan subsidi premium serta pemberian subsidi tetap solar sebesar Rp 1.000 per liter. 

Berbekal kebijakan ini, harga premium bisa naik atau turun, sesuai dengan harga pasar minyak. Perubahan harga diumumkan pemerintah tiap awal bulan. Kebijakan ini seharusnya jadi kado terbaik di awal 2015, hanya di lapangan menghasilkan fakta berbeda. 

Pertama, penurunan harga BBM bersubsidi tak serta merta menurunkan harga barang, pangan dan jasa transportasi yang terlanjur naik tinggi. Ini adalah efek kebijakan Pemerintah Joko Widodo menaikkan harga BBM bersubsidi di 2014. 

Efek kenaikan harga barang dan jasa itu tecermin kenaikan angka inflasi yang hingga kini belum mereda. Bank Indonesia (BI) bahkan memprediksi, inflasi bulan Desember 2014 akan melebihi 2,2%.

Bahkan, efek kenaikan harga BBM masih belum akan mereda di Januari 2015 karena harga pangan dan taring angkutan yang belum turun. Bahkan, ada kecenderungan harga beras naik di kisaran 5% hingga 10%. "Kebijakan penurunan harga BBM mengurangi tekanan inflasi tapi efeknya kecil," ujar Juda Agung, Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi BI, Rabu (31/12)

Menurut Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, kebijakan ini akan mengurangi tekanan inflasi jangka menengah dan panjang. "Inflasi akan lebih mudah dikendalikan," ujar dia. Pernyataan ini harus diuji. Sebab, potensi kenaikan inflasi juga akan datang dari kebijakan lain. 

Kedua, awal tahun ini, Pertamina akan mengerek harga elpiji 12 kilogram (kg) sebesar Rp 1.500 per kg atau Rp 18.000 per tabung. "Kami akan menaikkan harga elpiji sekali saja tahun ini," ujar Ahmad Bambang, Direktur Niaga PT Pertamina. 

Alasan merugi di bisnis gas yang berbahan baku minyak ini menjadi alasan. Meski, harga minyak dunia kini dalam tren penurunan. 

Ketiga, tekanan terhadap inflasi juga akan bertambah dari rencana pemerintah menaikkan tarif listrik golongan 450 volt ampere (VA) dan 900 VA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said bilang: "Arahnya akan ke sana." 

Rencananya: tarif listrik rumah tangga kelompok 450 VA dan 900 VA akan dikenakan tarif keekonomian jika penggunaannya lebih dari 40 kWH (450 VA) dan 60 kWH (900 VA) per bulan.

Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, penurunan harga BBM tak berdampak signifikan karena harga barang dan jasa tak turun secepat kebijakan pemerintah. 

Menurutnya, kebijakan ini ini cuma berefek deflasi di kelompok listrik, gas, air bersih dan BBM di Januari. "Sektor makanan masih jadi penyumbang inflasi akibat musim hujan dan belum panen," ujar Lana. Apalagi, pemerintah juga membatasi impor sejumlah komoditas pangan seperti beras, garam, gula serta hortikultura. 

Direktur Utama Center of Reform on Economics Hendri Saparini memprediksikan inflasi tahun ini bisa mencapai 8%-9%. "Efek kenaikan harga gas tak banyak, efek terbesar dari listrik," kata Hendri. 

Sedangkan hitungan BI, kenaikan tarif listrik golongan 450 VA dan 900 VA memberikan tambahan inflasi sebesar 1,61%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×