Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kebijakan BBM subsidi yang dikeluarkan akhir tahun 2014 tidak akan banyak berdampak pada membaiknya neraca transaksi berjalan. Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengatakan, penurunan harga BBM subsidi hanya berdampak positif ke APBN. "Belum positif ke neraca dagang karena secara impor migas boleh turun tetapi volume tidak turun," ujarnya, Kamis (1/1).
Volume impor BBM dapat dikurangi apabila pemerintah benar-benar fokus untuk perbaikan infrastruktur transportasi publik. Selama tidak ada perbaikan, menurut Lana, volume meningkat apalagi harga minyak turun. "Akan bagus kalau harga minyak naik dan akan mengurangi volume," tandas Lana kepada Kontan.
Lagipula kalaupun harga minyak turun, ini secara tidak langsung akan berpengaruh kepada harga komoditas yang ikut turun. Turunnya harga komoditas seperti batubara dan CPO, ini akan menimbulkan perlambatan kinerja ekspor.
Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dodi Arifianto pun berpendapat, kebijakan subsidi tetap yang dilakukan pemerintah menguntungkan dari sisi anggaran. Karena dengan begitu, subsidi BBM bisa capai Rp 50 triliun.
Tetapi untuk perbaikan neraca dagang dan neraca transaksi berjalan ini tidak memberikan efek. "Kalau harga minyak dibawah US$ 40 per barrel, rupiah tidak lemah, ini hemat impor BBM dan perbaikan neraca dagang dan neraca transaksi berjalan," katanya.
Dodi memberi perhitungan bahwa untuk membuat surplus neraca perdagangan butuh tiga kontribusi, yaitu 20% dari BBM, 70% non migas dan 10% migas. "Untuk itu nominal impor BBM 10%" ujar Dodi.
Ekonom BCA David Sumual menilai kebijakan subsidi tetap yang dilakukan pemerintah adalah langkah yang positif. Ia menilai dengan harga minyak yang rendah, ini akan berdampak pada inflasi yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang naik serta current account surplus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News