kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Kata ekonom soal insentif pajak atas kenaikan BBM


Kamis, 06 November 2014 / 18:04 WIB
Kata ekonom soal insentif pajak atas kenaikan BBM
ILUSTRASI. Kantor cabang bank BUMN anggota Himbara di Depok, Jawa Barat.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan mengantisipasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang rencananya dilakukan pada tahun ini. Salah satunya dengan memberi insentif pajak. 

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat pemberian insentif yang diberikan pemerintah bisa efektif meredam gejolak kenaikan harga. Selain perusahaan yang berorientasi ekspor, menurut David, yang juga perlu jadi pertimbangan dalam memberikan insentif adalah industri padat karya.

Industri terutama padat karya akan terimbas karena permintaan produksi pasti berkurang. "Kalau permintaan barang berkurang, maka penerimaan perusahaan berkurang. Ini bisa berimbas pada pengurangan jumlah pekerja," ujar David ketika dihubungi KONTAN, Kamis (6/11).

Dari kelompok masyarakat miskin sudah mendapat bantuan kompensasi. Sedangkan dari kelompok perusahaan belum mendapatkan. Kalau insentif ini fokus dan substansial menjangkau perusahaan, David yakini bisa efektif.

Hanya saja, menurut David, akan lebih baik menerapkan insentif pajak bagi pekerja seperti pada tahun 2008. Pada waktu itu pekerja mendapatkan pengurangan PPh yang langsung kena di gaji. Pasalnya, pekerja adalah golongan yang paling terkena dampak apabila harga BBM naik.

Sebagai informasi, Kementerian Keuangan (Kemkeu) sedang menyiapkan insentif yang akan digunakan untuk menjaga perusahaan untuk tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan insentif yang akan diberikan kepada perusahaan akan sama seperti insentif terdahulu.

Hanya saja dalam insentif terbaru ini syaratnya akan mengalami perubahan. Insentif terdahulu diberikan dengan syarat perusahaan yang diberikan insentif tidak melakukan PHK. "Sekarang kita lihat apakah (perusahaan) itu terkait ekspor ataukah terkait PHK," ujar Bambang.

Jadi, apabila perusahaan tersebut berorientasi ekspor maka bisa mendapatkan insentif dari Kemkeu. Asal tahu saja, Kemkeu merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 124/PMK.011/2013 perihal pemberian pengurangan besarnya pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dan penundaan PPh pasal 29 tahun 2013 bagi wajib pajak industri tertentu. 

Kebijakan ini merupakan bentuk insentif PPh yang diberikan oleh pemerintah agar perusahaan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Wajib pajak pelaku usaha yang diberikan insentif adalah pelaku usaha yang bergerak pada industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki, furnitur, dan mainan anak-anak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×