Reporter: Fitri Nur Arifenie, Abdul Wahid Fauzie | Editor: Edy Can
JAKARTA. Tingkat kepatuhan para pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) ternyata masih rendah. Terbukti dari 141 BUMN, hanya sekitar 16% yang sudah menyampaikan LHKPN secara lengkap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK].
Hal ini berdasarkan surat KPK nomor R-2456/01-12/08/2010 yang dikirimkan kepada Kementerian BUMN yang menyatakan, sedikitnya hanya 23 BUMN yang sudah menyampaikan 100% LHKPN. Sehingga masih ada sekitar 118 BUMN lain yang masih belum 100% menyerahkan LHKPN.
Adapun nama-nama BUMN tersebut adalah, PT Wijaya Karya Tbk, Perusahaan Perdagangan Indonesia, Pradnya Pramita, Reasuransi Umum Indonesia, PT Perkebunan Nusantara [PTPN] IX, PTPN VI, PTPN II, PT Pembangunan Perumahan dan Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam. Kemudian ada PT Pelayaran Indonesia [Pelindo] II, PT Inhutani III, PT Inhutani IV, PT Industri Kereta Api, PT Indra Karya dan PT Dahana. Selanjutnya adalah PT Bhanda Ghara Reksa, PT Batan Teknologi, Perum Percetakan Nusantara Indonesia, Asuransi Jasa Indonesia, Asuransi Jasa Raharja, Perum Jaminan Kredit Indonesia, PT Sarinah dan PT Asabri.
Masih berdasarkan surat dari KPK, terdapat setidaknya 9 BUMN yang kurang dari 50% menyampaikan LHKPN. Ke sembilan BUMN adalah PFN, PT Balai Pustaka, PT BNI, PT Djakarta Llyod, PT Garuda Indonesia, PT Industri Kapal Indonesia, Industri Sandang Nusantara, PT Istaka Karya dan PT PGN. Sementara untuk dua BUMN yang menyumbang kontribusi laba paling besar pada semester I, PT Pertamina dan PT PLN masing-masing adalah 77% dan 80% yang sudah menyampaikan data LHKPN.
Data tersebut juga memperlihatkan bahwa dari 6.543 orang pejabat BUMN yang diwajibkan menyampaikan LHKPN, sudah sebanyak 5.550 orang yang memenuhinya, atau sekitar 86%. Dengan demikian setidaknya ada 993 orang yang masih harus menyampaikan LHKPN. Dalam surat KPK tersebut juga disampaikan agar Kementerian BUMN memberikan sanksi kepada pejabat perusahaan pelat merah yang belum menyampaikan LHKPN.
Menanggapi surat KPK itu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar membenarkan bahwa hingga data per 25 Agustus 2010, sebesar 86,7% pejabat BUMN yang baru melaporkan LHKPN. Padahal, deadline penyerahan LHKPN dari KPK pada tanggal 17 Agustus 2010 lalu. Mustafa Abubakar sudah meminta KPK menyurati para pejabat BUMN yang belum melaporkan LHKPN tersebut. "Para pejabat ini akan dipanggil untuk mengisi langsung formulir secara sendiri ataupun berkelompok," ujar Mustafa.
Mustafa memperkirakan, pelaporan LHKPN kemungkinan baru bisa mencapai 100% pada pertengahan atau akhir September 2010. "Sisanya, akan kami genjot dengan bantuan KPK. Kami juga harus tetap melakukan sosialisasi untuk menggugah kesadaran para pejabat itu,” papar dia.
Nama terkenal banyak yang malas
Sayangnya Mustafa masih pelit untuk berbagi informasi tentang nama-nama BUMN yang belum secara lengkap menyerahkan LHKPN-nya. Menurutnya, Kementrian BUMN akan memberikan reward dan punishment terkait dengan LHKPN ini. “Beberapa macam sanksi misalnya pemotongan bonus, pemotongan kenaikan gaji, penurunan pangkat, penundaan kenaikan pangkat. Macam-macam sanksinya karena itu ada aturannya. Ada model sanksi akan diberikan jika itu pegawai bumn, kita akan terapkan kewajiban reward and punishment,” jelas Mustafa.
Dalam lampiran surat BUMN tersebut, terdapat beberapa nama populer di masyarakat yang belum menyerahkan LHKPN. Beberapa nama tersebut adalah Adi Soharto, Direktur IT dan Internasional Bank BNI. Selain Adi, di BNI terdapat tiga nama lainnya yang juga belum menyerahkan LHKPN. Ketiga nama tersebut adalah Darmadi Sutanto, Honggo Widjoyo dan Peter B. Stok. Bahkan mantan juru bicara Presiden yang saat ini menjabat sebagai duta besar Amerika Serikat, Dino Pati Jalal belum juga menyerahkan LHKPN. Padahal Dino Pati Jalal menjabat sebagai komisaris di PT Danareksa (Persero). Kemudian ada Akhmad Syakhoriza sebagai komisaris Jasa Marga.
Selanjutnya, BUMN obat, PT Kimia Farma Tbk juga ada tiga nama yang belum menyerahkan LHKPN. Ketiga nama tersebut adalah Dandossi Matram, Darmansyah, dan Effendi Rangkuti. Tiga nama tersebut mennjabat sebagai komisaris di PT Kimia Farma dan belum menyerahkan LHKPN Formulir A. Masih ada nama mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia yang saat ini menjabat sebagai komisaris PT PPA, Erry Firmansyah juga belum menyerahkan form A LHKPN. Dua nama lainnya adalah Fachry Ali yang menjabat sebagai komisaris PT Timah dan juga Tanri Abeng yang menjabat sebagai komisaris Telkom. Selain nama-nama yang sudah disebutkan, masih banyak nama-nama lainnya yang juga belum menyerahkan LHKPN.
Sementara itu, dikonfirmasi kepada Sekretaris Kementrian BUMN, Said Didu juga masih bungkam soal nama-nama BUMN yang belum menyerahkan LHKPN. Said tidak mau bercerita banyak soal LHKPN ini. Menurut dia, Kementrian BUMN dan KPK akan segera menindaklanjuti bagi pejabat yang wajib LHKPN ternyata belum menyerahkan LHKPN. “Bagi mereka yang belum menyerahkan laporan LHKPN wajib ada sanksi. Karena mereka kan sudah menerima tantiem (bonus),” kata Said singkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News