Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Kebijakan pemerintah yang memberikan bantuan dana kepada lembaga dana moneter internasional atau International Monetary Fund (IMF) tak perlu mendapatkan persetujuan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota Komisi XI DPR Achsanul Qosasi menyebutkan, bahwa kebijakan moneter untuk memberikan bantuan itu merupakan kewenangan Bank Indonesia.
"Itu bagian dari kewenangan BI untuk melakukan kebijakan-kebijakan moneter," tutur Achsanul di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (13/7).
Meski begitu, Achsanul menyebutkan bahwa karena pemberian bantuan itu menyangkut penanaman modal dengan cara pembelian obligasi, maka DPR perlu meminta penjelasan kepada BI. Selain itu, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau kesimpangsiuran di masyarakat.
Karena itu, pemerintah harus menjelaskan secara rinci manfaat pemberian bantuan itu. "Apa manfaatnya, apa kelebihannya, harus dijelaskan secara transparan. BI membeli obligasi, karena itu hal ini harus dijelaskan," ungkap Achsanul.
Anggota fraksi Partai Demokrat ini juga menyebutkan bahwa keputusan memberikan pinjaman melalui pembelian obligasi adalah kesepakatan negara dalam G-20. Karena itu, mau tidak mau Indonesia harus terlibat.
Pemerintah Indonesia berencana membeli surat berharga IMF senilai US$1 miliar atau setara dengan Rp 9,405 triliun. Hal ini guna membantu meningkatkan peran negara-negara berpenghasilan menengah (middle income countries) dalam menentukan tingkat kesehatan dan kualitas kondisi perekonomian global.
Sebelumnya, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan, IMF bukan dalam posisi mengajukan permintaan kepada Indonesia. Pembelian surat berharga IMF menjadi komitmen kepala pemerintahan G-20 dalam Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Los Cabos, Meksiko, 18-19 Juni 2012.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News