Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Urusan membayar dan menyetor penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pelayanan ekspor dan impor melalui bank persepsi bakal lebih mudah. Bahkan, bank persepsi yang ditunjuk dilarang keras menarik biaya atas transaksi tersebut.
Rapat yang melibatkan Bank Indonesia, Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan, Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak, dan pihak perbankan, sepakat bank persepsi yang ditunjuk harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/ 2006 tentang Modul Penerimaan Negara.
Ketentuan tersebut, yakni, pertama, bank persepsi wajib menerima pembayaran PNBP sampai jam 15.00 tanpa melihat nominal dan nasabah atau bukan nasabah. Kedua, bank persepsi dilarang mengenakan biaya atas transaksi PNBP. Ketiga, bank persepsi tidak boleh membatasi dan harus memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya.
Kalau bank persepsi melanggar aturan main itu, sejumlah sanksi sudah menunggu. "Akan ada peringatan tertulis dan pencabutan penunjukan bank persepsi apabila peringatan telah diberikan sebanyak tiga kali dan tak diindahkan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi dalam pernyataan tertulisnya, Senin (28/9).
Ketentuan tersebut juga termaktub dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor SE-20/BC/2009 tentang Pelayanan Pembayaran dan Penyetoran PNBP melalui Bank Persepsi.
Sebetulnya, Ditjen Bea dan Cukai dan pelaku usaha justru mengusulkan penghapusan PNBP pelayanan ekspor impor kepada Menteri Keuangan. "Sebab, esensi PNBP adalah untuk pelayanan," ujar Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan dan Penerimaan Ditjen Bea Cukai Susiwiyono, beberapa waktu lalu.
Apalagi, hasil PNBP di bidang pelayanan kepabeanan tersebut hanya Rp 120 miliar per tahun. Dan, yang masuk ke kas negara cuma Rp 40 miliar. Sisanya, sebesar Rp 80 miliar dipakai Ditjen Bea Cukai untuk biaya lalu lintas data kegiatan ekspor impor secara elektronik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News