Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah masih mengkaji pembentukan bank infrastruktur. Namun demikian, hal ini dianggap bukanlah sebuah opsi utama dalam pemenuhan pembiayaan infrastruktur.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan, pembentukan bank infrastruktur ini hanya salah satu opsi dalam pemenuhan pembiayaan infrastruktur dalam negeri.
"Bank infrastruktur itu opsi yang bisa dikaji, tapi kita juga bisa mendorong pembiayaan dalam bentuk lain seperti penerbitan obligasi yang sifatnya jangka panjang, termasuk PINA atau pembiayaan investasi non-anggaran pemerintah yang memanfaatkan dana jangka panjang di asuransi dan dana pensiun," ujar Lukita di Jakarta, Selasa (21/3).
Oleh karena itu, menurut dia tidak bisa hanya mengandalkan dana jangka pendek dari perbankan untuk pembiayaan infrastruktur karena karakteristiknya tidak cocok dengan pembiayaan infrastruktur yang sifatnya jangka panjang. “Termasuk dana haji dalam bentuk sukuk. Jadi, tidak selalu harus jadi bank infrastruktur, tapi itu opsi yang bisa kita kaji lebih jauh,” ujarnya.
Asal tahu saja, pembentukan bank infrastruktur ini rencananya akan menggunakan Rancangan Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) untuk menjadi payung hukumnya.
Namun, hingga kini pembentukannya belum mendapay persetujuan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Padahal, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) digadang-gadang menjadi bank infrastruktur.
Pembentukan bank infrastruktur mendapatkan dukungan penuh saat Menteri Keuangan masih dijabat oleh Bambang Brodjonegoro.
Bank infrastruktur awalnya digagas guna mempermudah pencarian pendanaan untuk pembangunan infrastruktur. Bank Infrastruktur dapat menerbitkan obligasi dalam jumlah besar apabila membutuhkan modal, layaknya Bank Dunia (World Bank) atau Bank Pembangunan Asia (ADB) yang bisa menerbitkan obligasi untuk membiayai proyeknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News