Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Bank Dunia menilai arah kebijakan belanja pemerintah Indonesia perlu diubah agar lebih mendukung produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang.
Dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2025, lembaga itu menyoroti bahwa meskipun defisit fiskal Indonesia masih dalam batas aturan, fokus pengeluaran yang terlalu besar pada subsidi pangan, transportasi, dan energi dinilai kurang produktif.
"Fokus pada subsidi untuk sektor pangan, transportasi, dan energi, serta investasi yang diarahkan oleh negara, memang dapat memberikan dorongan pertumbuhan jangka pendek, tetapi tidak mendukung aspirasi pertumbuhan jangka panjang karena dampaknya yang terbatas terhadap produktivitas secara keseluruhan," tulis World Bank dalam laporannya, Selasa (7/10/2025).
Baca Juga: Belanja Subsidi dan Kompensasi Makin Melaju
Bank Dunia mencatat defisit fiskal Indonesia melebar pada paruh pertama 2025, seiring dengan penurunan penerimaan negara yang lebih tajam dibandingkan belanja pemerintah.
Pemerintah sendiri memproyeksikan peningkatan total belanja pada tahun ini, termasuk kenaikan defisit struktural, dengan penekanan pada subsidi untuk sektor pangan, transportasi, energi, dan investasi yang dikendalikan oleh negara.
Meski kebijakan tersebut bersifat ekspansif, Bank Dunia memperingatkan bahwa pelaksanaan yang lemah serta meningkatnya ketidakstabilan sosial dapat mengurangi efektivitas stimulus tersebut.
"Meski langkah-langkah tersebut secara prinsip bersifat ekspansif, pelaksanaan yang lemah dan meningkatnya risiko ketidakstabilan sosial dapat mengimbangi dampak yang diharapkan," katanya.
Laporan itu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap sebesar 4,8% pada 2025 dan 2026, didorong oleh upaya pemerintah untuk menstimulasi permintaan domestik.
Stimulus fiskal di sektor pangan, transportasi, dan energi, ditambah dengan bantuan sosial, diperkirakan akan menjaga konsumsi rumah tangga yang menjadi penyumbang utama sekitar 54% terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode 2025–2027.
Baca Juga: Kemenkeu Masih Menghitung Potensi Penghematan Belanja Subsidi Listrik Hingga BBM
Bank Dunia juga mencatat penurunan pertumbuhan potensial Indonesia yang kini diperkirakan hanya 4,1%, turun signifikan dari 5,7% pada tahun 2010.
Lembaga itu menekankan pentingnya reformasi struktural, seperti penghapusan hambatan non-tarif terutama di sektor jasa, deregulasi, dan penyederhanaan perizinan usaha.
Langkah-langkah ini dinilai penting untuk mendorong pertumbuhan produktif dan penciptaan lapangan kerja berkualitas.
"Reformasi seperti penghapusan non tarif, khususnya di sektor jasa, serta deregulasi dan penyederhanaan perizinan usaha dapat meningkatkan potensi pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja yang produktif," tulis World Bank.
Selanjutnya: Sunlake Resort Rayakan Hari Batik, Hadirkan Kolaborasi Seni, Budaya & UMKM Lokal
Menarik Dibaca: Agar Liburan Makin Seru, Begini Cara Pilih Sandal Pantai yang Tepat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News